Kebahagiaan atau subjective well-being umumnya dikaitkan dengan emosi positif dan pandangan diri positif dalam kultur individualistik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, tingkat kebahagiaan berdampak pada pengorganisasian konsep emosional positif dan negatif hanya dalam tugas penilaian kondisi diri. Namun, efek kebahagiaan tidak ditemukan pada tugas menilai kondisi sahabat. Sejauh mana temuan ini akan ditemukan dalam masyarakat kolektivistik masih menjadi pertanyaan. Untuk itu, penelitian ini menguji perbedaan pengorganisasian konsep emosional terkait diri dan non-diri di antara orang Indonesia dengan tingkat kebahagiaan dan pandangan diri kultural yang berbeda.
Dua studi affective priming (N = 134) dalam bentuk sequential judgment task (SJT) dilakukan untuk mengukur waktu reaksi ketika peserta menilai kondisi psikologis mereka sendiri (Studi 1) atau kondisi psikologis sahabat (Studi 2) selama dua tahun terakhir.
Studi 1 menunjukkan bahwa tingkat kebahagiaan dan pandangan diri kultural secara signifikan mempengaruhi organisasi konsep emosional. Namun, kedua aspek diri ini tidak secara bersamaan memengaruhi pengorganisasian konsep emosional.
Studi 2 menunjukkan bahwa baik tingkat kebahagiaan atau pandangan diri kultural tidak memengaruhi pengorganisasian konsep emosional tentang sahabat.
Temuan ini menunjukkan universalitas diri-individual (the individual-self), yang unik dan dibentuk oleh self-knowledge, terlepas dari pandangan diri kultural individu. Implikasi teoretis dari temuan penelitian ini akan dibahas dengan menyoroti peran organisasi konsep emosional sebagai strategi adaptif dan perbedaan makna kebahagiaan dan pengalaman emosional negatif dalam masyarakat individualistik dan kolektivistik.
Happiness or subjective well-being is generally associated with positive emotions and a positive self-view in individualistic cultures. A previous study conducted in the United States showed that the effects of happiness on the organization of positive and negative emotional concepts were found only when participants assessed their own conditions. However, the effect of happiness was not found when participants assessed the condition of friends. To what extent these findings would be found in collectivistic societies remains a question. Thus, this thesis examined differences in organization of the representations of self-related and non-self-related emotional concepts among Indonesians with different levels of happiness and cultural self-views. Two affective priming studies (N = 134) in the form of sequential judgment task (SJT) were conducted to measure reaction times when participants assessed their own psychological condition (Study 1) or the psychological condition of best friends (Study 2) over the past two years. Study 1 showed that happiness levels and cultural self-views significantly affect the organization of emotional concepts. However, these two aspects of self did not simultaneously affect the organization of emotional concepts. Study 2 showed that neither happiness level or cultural self-views influence the organization of emotional concepts regarding best friends. The findings suggest the universality of the individual-self, which is unique and shaped by self-knowledge, regardless of the individual's cultural self-view. The theoretical implications of the findings of this study will be discussed by highlighting the role of emotional concept organization as an adaptive strategy and the differences of the meanings of happiness and negative experiences in individualistic and collectivistic societies.