Tantangan program CSR korporasi di bidang industri ekstraktif Indonesia adalah merealisasikan keberlanjutan program, yang dinilai problematis sebab masifnya disharmonisasi serta rendahnya sinergitas antara pihak korporasi dengan pemangku kepentingan. Walaupun program CSR telah ditetapkan dengan wujud mandataris, keberlanjutan program CSR masih enggan diraih karena korporasi cenderung imperatif. Dalam cakupan model evaluasi program CSR, secara formatif dapat dipetakan menjadi tiga tingkatan yaitu internal program, organisasi pengelola, serta kemasyarakatan. Urgensi pada program CSR di indikasi terletak pada dimensi keberlanjutan, karena pada praktiknya pengelola terlalu mengabaikan durabilitas program tanpa merefleksikan potensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya masyarakat setempat. Merespon hal tersebut, korporasi dapat melakukan intervensi melalui rekonstruksi model evaluasi formatif dengan mempertimbangkan proses konsolidasi terhadap komunitas lokal. Penulis berargumen, jika prosedur konsolidasi terlaksana dengan baik, akan mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat pemberdayaan dan tingkat partisipasi. Semakin tinggi tingkat konsolidasi, maka semakin tinggi tingkat pemberdayaan dan tingkat partisipasi, sehingga semakin tinggi pula tingkat keberlanjutan program CSR. Model Evaluasi dalam riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data melalui teknik Digital Research Methods milik Dawson, yakni melalui teknik e-questionnaires serta online interviews, dengan melibatkan kelompok pemanfaat program CSR PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta diidaerahiKelurahaniTuguiSelatan,iKecamataniKoja, KotaiJakartaiUtara. Riset ini menggunakan uji analisis regresi untuk memperoleh potret secara ekstensif terhadap tingkat keberlanjutan program. Hasil dari riset ini menunjukkan bahwa tingkat konsolidasi berada dalam kategori tinggi, hal ini berkesinambungan dengan tingginya tingkat pemberdayaan dan tingkat partisipasi pemanfaat program, sehingga keberlanjutan dari program ini seyogianya akan berakselerasi dengan baik.
The challenge of corporate CSR programs in the Indonesian extractive industry sector is to realize the sustainability of the program, which is considered problematic due to the massive disharmony and low synergy between the corporations and stakeholders. Although the CSR program has been established in a mandatory form, the sustainability of the CSR program is still reluctant to be achieved because corporations tend to be imperative. Within the scope of the CSR program evaluation model, formatively it can be mapped into three levels, namely internal program, managing organization, and community. The urgency of the CSR program is indicated to lie in the dimension of sustainability, because in practice the manager ignores the durability of the program without reflecting on the social, economic, environmental, and cultural potential of the local community. Responding to this, corporations can intervene through the reconstruction of a formative evaluation model by considering the consolidation process for local communities. The author argues, if the consolidation procedure is carried out properly, it will be able to have a significant influence on the level of empowerment and level of participation. The higher the level of consolidation, the higher the level of empowerment and the level of participation, so the higher the level of sustainability of the CSR program. The evaluation model in this research uses a quantitative approach with data collection methods through Dawson's Digital Research Methods technique, namely through e-questionnaires and online interviews, involving a group of beneficiaries of the CSR program PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta in Tugu Selatan Village, Koja District, North Jakarta City. This research uses regression analysis to obtain an extensive portrait of the level of program sustainability. The results of this research show that the level of consolidation is in the high category, this is continuous with the high level of empowerment and participation of program beneficiaries, so that the sustainability of this program should accelerate well.