Latar Belakang: Afasia merupakan sindroma klinis gangguan fungsi bahasa dimana terdapat gangguan pada pusat bahasa di hemisfer dominan.3 Tes Afasia untuk Diagnosis, Informasi dan Rehabilitasi (TADIR) hingga saat ini belum pernah dilakukan uji diagnostik, dan tidak jarang dari hasil pemeriksaan didapatkan ketidakcocokan hasil tipe afasia dengan memperhitungkan skor dalam TADIR dibandingkan dengan pemeriksaan langsung oleh ahli Neurobehavior. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan proporsi tipe afasia berdasarkan hasil pemeriksaan TADIR dibandingkan ekspertise ahli Neurobehavior.
Metode: Jenis penelitian retrospektif dengan populasi penelitian rekam medis dengan diagnosis afasia di Poliklinik Neurologi Fungsi Luhur RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo, periode Januari 2019-Juni 2022. Metode yang digunakan consecutive sampling dan analisis data menggunakan SPSS.
Hasil: Sensitivitas dan spesifisitas TADIR subtes A yakni 97,6% dan 21%. NDP dan NDN TADIR subtes A yakni 88,9% dan 57,1%. Subtes B sensitivitas dan spesifisitas tertinggi 77,7% dan 100%. NDP dan NDN tertinggi subtes B 100% pada 12,5% subjek dan 98,2% pada 2 % subjek, aktualisasi nilai kurang baik.
Kesimpulan: TADIR dibutuhkan sebagai tujuan skrining afasia bukan bertujuan sebagai alat diagnostik. Diperlukan instrumen baru yang dapat menggantikan TADIR subtes B dengan hasil uji diagnostik, serta uraian tugas dan algoritma yang lebih baik sehingga dapat membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis afasia dan khususnya tipe afasia.
ackground: Aphasia is a clinical syndrome of impaired language function with impairment of the language center in the dominant hemisphere.3 The Aphasia Test for Diagnosis, Information and Rehabilitation (TADIR) has not yet been carried out as a diagnostic test, and it is not uncommon for the examination results to show discrepancies in the results of the type of aphasia taking into account the score in TADIR compared to direct examination by a Neurobehavior expert. The purpose of this study was to determine the difference in the proportion of aphasia types based on the results of the TADIR examination compared to the expertise of neurobehavior experts.Method: A retrospective with medical record research population with a diagnosis of aphasia at the Neurology Polyclinic of Superior Function Dr.Cipto Mangunkusumo National Hospital, period January 2019-June 2022. The method used was consecutive sampling and data analysis using SPSS. Result: The sensitivity and specificity of TADIR subtest A were 97.6% and 21%, respectively. PPV and NPV TADIR subtest A are 88.9% and 57.1%. Subtest B highest sensitivity and specificity 77.7% and 100%. The highest PPV and NPV in subtest B was 100% in 12.5% of subjects and 98.2% in 2% of subjects, the actual score was not good.Conclusion: TADIR is needed for aphasia screening purposes, not as a diagnostic tool. A new instrument is needed that can replace the TADIR subtest B with diagnostic test results, as well as better job descriptions and algorithms so that they can assist clinicians in establishing the diagnosis of aphasia and especially the type of aphasia.