Perubahan struktur pemerintahan sebagai akibat diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah berimplikasi pada perubahan peran dan fungsi lembaga-Iembaga publik. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang semakin luas, baik secara kuantifatif maupun kualitatif, sejalan dengan berkurangnya kewenangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan. Dengan demikian, pada pemerintah daerah telah terjadi penambahan jumlah urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah yang kemudian harus dikelola sendiri tanpa adanya keterlibatan pemerintah pusat secara langsung didalamnya.
Perubahan di tingkat kelembagaan tersebut, selanjutnya mempengaruhi pola manajemen sumberdaya aparatur pemerintahan, termasuk didalamnya adalah sistem pendidikan dan pelatihan untuk para pemangku jabatan struktural di pemerintah daerah, karena perluasan kewenangan memerlukan tingkat kompetensi yang semakin tinggi dari para penyelenggara pemerintahan tersebut. Bagi pemangku jabatan eselon II di daerah propinsi, kabupaten dan kota, karena peran dan fungsinya sebagai eksekutif, maka prasyarat kompetensi yang dimiliki adalah kompetensi eksekutif, bukan kompetensi para pelaksana dari suatu kebijakan yang ditetapkan oleh pihak lain.
Berkaitan dengan pengembangan kompetensi pemangku jabatan eselon II di daerah tersebut, realita menunjukkan bahwa praktek pendidikan dan pelatihan pimpinan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Petatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 199/X111/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II, telah memposisikan eselon II pemerintah daerah setingkat dengan eselon II pemerintah pusat. Dengan demikian kompetensi pemangku jabatan eselan II di daerah dipandang tidak setara dengan kompetensi eksekutif di pusat, yakni para pemangku eselon I.