Adapun yang menjadi masalah penelitian ini adalah Cara-Cara ABRI dalam menyelesaikan pemberontakan DI/TII di Sulawesi Tenggara dengan mengacu pada Pancasila, UUD 1945, dan Sapta Marga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai: (a) keberadaan DI/TII di Sulawesi Tenggara dalam struktur DI/TII Kahar Muzakkar, (b) dampak pemberontakan DI/Tll. terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara, (c) bentuk strategi yang digunakan ABRI dalam menumpas pemberontakan DI/TIl tersebut, serta (d) digunakan, atau tidak digunakannya strategi non-militer dalam penumpasan DI/TlI, dan apa implikasinya terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara.
Data penelitian diperoleh melalui dua sumber, yaitu: (a) sumber primer sebagai sumber data lisan diperolah melalui penelitian lapangan dengan cara melakukan wawancara besar dan mendalam dengan informan penelitian, dan (b) sumber sekunder sebagai sumber data tertulis melalui studi arsip atau dokumen, hasil penelitian terdahulu yang relevan, dan sumber kepustakaan lainnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, dengan pertimbangan bahwa sumber data berupa arsip atau dokumen yang dipilih memiliki obyektivitas serta memenuhi syarat untuk dijadikan sumber data penelitian.
Berdasarkan prosedur metodologis di atas, maka diperoleh temuan-temuan penelitian, bahwa pemberontakan DI/TI1 di Sulawesi Tenggara merupakan bahagian dari stuktur DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan kuat, punya jaringan dan mereka menteror rakyat. Basisnya juga ada dan kuat yaitu KGSS serta ada dukungan basis dari kelompok Islam seperti Bahar Mattalioe dan Usman Balo, juga banyak mendapat dukungan dari ahli agama. Karena itu DI/T11 di Sulawesi Selatan bisa kuat dan bertahan lama. Sedangkan di Sulawesi Tenggara, DI/TII tidak punya jaringan dan tidak punya basis, medannya susah sehingga jaringan antara rakyat dengan DI/TII gampang dipotong oleh ABRI. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Tenggara membawa dampak buruk berupa gangguan terhadap ketahanan nasional yang berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan itu sendiri yang telah mendorong Iahirnya goncangan stabilitas di daerah Sulawesi Tenggara, stabilitas nasional atau disintegrasi bangsa.
Di Sulawesi Selatan, penumpasan pemberontakan DI/TII lebih banyak digunakan strategi militer (full militer), bahkan dengan menggunakan pesawat terbang. Itulah sebabnya sehingga operasi penumpasan DI/ TII di Sulawesi Selatan didatangkan pasukan bantuan dari Jawa.
Strategi penumpasan DI/TIl di Sulawesi Tenggara mempunyai kekhususan lain dengan yang ada di Sulawesi Selatan, yakni lebih banyak menggunakan strategi non-militer. Ini disebabkan karena di Sulawesi Tenggara tidak ada basis kekuatan DI/TII seperti KGSS di Sulawesi Selatan, medannya susah, dan tentara dari putra daerah juga sedikit sekali. Itulah sebabnya jaringan basis DI/TII di Sulawesi Tenggara gampang dipotong oleh ABRI. Dalam hubungan ini ABRI lebih banyak memotong hubungan rakyat dengan DI/TlI. Bahkan strategi penumpasan DI/TII di Sulawesi Tenggara juga menggunakan strategi gabungan antara strategi militer dengan strategi non-militer.
Karena itu implikasi strategi penumpasan DI/ TII terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara pada saat itu ialah pemerintah, ABRI yang mendapat dukungan rakyat berhasil meniadakan atau meminimalkan gangguan terhadap ketahanan nasional di Sulawesi Tenggara. Baik itu gangguan yang berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan itu sendiri. Dengan demikian dapat dihindari hal-hal yang dapat mendorong lahirnya goncangan stabilitas nasional di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara.