Menurut MacFarlane dan Radforth (1965), gambut Bereng Bengkel masuk katagori fibrous peat karena kandungan seratnya lebih besar dari 20%.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kurva hubungan antara angka pori dan log tegangan mempunyai tiga garis lurus yang patah, dengan angka pori awal diatas 5. Menurut Hellis dan Brawner (1961) angka pori untuk fibrous peat berkisar antara 5 sampai 15, sedangkan amorphous granular peat mempunyai angka pori yang kecil yaitu sebesar 2. Menurut Dhowian clan F,dil (1980) kurva antara angka pori dan log tegangan untuk fibrous peat mempunyai perbedaan yang sangat menyolok dengan kurva dari amorphous granular peat. Perbedaannya yaitu indeks kompresi dan angka pori awal untuk amorphous granular peat adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan fibrous peal. Selain itu virgin kurva dari amorphous granular peat hanya terdiri dari satu garis lurus seperti pada tanah lempung (non organic soil) sedang fibrous peat mempunyai dua garis lurus yang patah.
Model reologi Gibson dan Lo yang sebenarnya pertama kali diciptakan oleh f oynthing Thomson, dapat digunakan untuk menggambarkan deformasi akibat pemampatan primer dan pemampatan sekunder tanah gambut apabila dikenai pembebanan secara terus menerus (tanpa ada unloading).
Pemampatan primer `a' gambut Bereng Bengkel berperilaku nilainya makin mengecil dengan bertambahnya beban , namun pada beban yang kecil yaitu 10 kPa sampai 100 kPa, harga a membesar dengan bertambahnya beban Hal ini berlaku untuk pembebanan dengan OCR=4 dan 0CR=6. Sedangkan pada pembebanan dengan OCR=8, pada saat pemberian beban 400 kPa, ternyata harga a naik kembali. Dapat disimpulkan bahwasannya kecepatan keluarnya air dari makropori sangat tergantung pada besarnya beban yang diberikan.
Pada pembebanan dengan OCR=4 didapat selisih angka pori pada saat menerima beban kompresi sebesar 50 kPa dengan angka pori pada saat menerima beban rekompresi sebesar 50 kPa adalah sebesar Ae=1.10566 (terjadi pengurangan 25.4% dari angka pori awal), sedangkan pada proses siklik didapat nilai e=1.07294 (terjadi pengurangan 24.9% dari angka pori awal). Dalam hal ini proses siklik tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap pengurangan angka pori.
Pada pembebanan dengan OCR=6 didapat selisih angka pori pada saat menerima beban kompresi sebesar 50 kPa dengan angka pori pada saat menerima beban rekompresi sebesar 50 kPa adalah sebesar e=2.23719 (terjadi pengurangan 56.1% dari angka pori awal) , sedangkan pada proses siklik didapat nilai 6e=2.23018 (terjadi pengurangan 55.9% dari angka pori awal). Dalam hal ini proses siklik juga tidak memberikan pengaruh yang berarti dalam pengurangan angka pori.
Pada pembebanan dengan OCR=8 didapat selisih angka pori pada saat menerima beban kompresi sebesar 50 kPa dengan angka pori pada saat menerima beban rekompresi sebesar 50 kPa adalah sebesar e=3.81107 (terjadi pengurangan 81.94% dari angka pori awal). sedangkan pada proses siklik didapat nilai e=3.80946 (terjadi pengurangan S1.91% dari angka pori awal). Dalam hal ini proses siklik juga tidak memberikan pengaruh yang berarti dalam pengurangan angka pori.
Dengan memberikan preloading hingga 200 kPa dapat memnpercepat penurunan dengan nilai penurunan sisa (residual settlement) sebesar 53.76mm. dengan memberikan preloading Icing a 300 kPa memberikan sisa penurunan sebesar 49.42 mm dan bila diberikan preloading hingga 400 kPa menghasilkan sisa penurunan sebesar 9.74 min , untuk ketebalan gambut 11 meter.