Tesis ini mengkaji hubungan antara Napza, remaja, keluarga dan gejala perkotaan dilihat sebagai suatu jaringan sosial yang terbentuk pada remaja pengguna Napza dan orang-orang yang terlibat serta upaya marjinalisasi dari kelompok lain.
Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode etnografi, yang memusatkan perhatian pada penyalahgunaan Napza di kalangan pelajar. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara mendalam dan penggunaan literatur yang relevan.
Dalam kajian ini ditemukan bahwa terjadinya penyalahgunaan Napza di kalangan pelajar SMU Duren Tiga Jakarta Selatan disebabkan oleh akumulasi antara kompleksitas kehidupan kota dan peran teman sebaya (peer group). Kondisi kota yang sangat kompleks dan sarat beban, ditandai munculnya gejala sosial, kemiskinan, populernya gaya hidup metropolis, banyak menyita perhatian remaja, sehingga mereka ikut arus kehidupan kota, termasuk menyalahgunakan Napza. Dalam hal ini, peran teman sebaya sangat dominan, yakni melalui tindakan mempengaruhi, menyediakan dan mengajarkan bagaimana mengkonsumsi Napza.
Proses sosialisasi Napza berawal dari jenis ringan kemudian ke jenis yang lebih berat. Napza yang banyak digunakan adalah ganja, morphin, dan heroin. Produk ini dikonsumsi secara berkelompok dan individual. Akibat penggunaan Napza tersebut mereka jadi mabuk/teler, bahkan ada yang dirawat di rumah sakit; merosot prestasi akademiknya; menyebabkan tindakan menyimpang. Karena tindakan menyimpang itu, kelompok pengguna Napza cerai berai. Kesolidan mereka terjadi karena jaringan penyalahgunaan Napza dibangun dalam konstelasi hubungan antarpribadi atas dasar sejumlah ukuran: pribadi, kategori, tindakan, dan lapangan.
Penyalahgunaan Napza di kalangan pelajar merupakan proses enkulturasi (budaya), dimana pihak-pihak yang terlibat berusaha dan mengharapkan anggota-anggota baru mengikuti harapan budaya yang nota bene identik dengan harapannya. Dalam konteks ini, penggunaan Napza dengan segenap jaringan dan pola sosialisasinya adalah produk budaya dalam arti dinamis berdimensi negatif bila dilihat dari perspektif medik, moral, sosial, hukum, dan agama.
Sebagai produk budaya, kelompok pengguna Napza mengembangkan gaya hidup yang khas, terutama dalam berpakaian; mengenakan aksesoris; potongan rambut; dan irama musik.