Salah satu upaya apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimal agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik, gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia selain gizi kurang juga gizi lebih yang apabila dilihat dari sudut kesehatan, sama-sama merugikan dan dapat menyebabkan kematian dengan penyebab yang berbeda. Gangguan gizi pada lansia diduga berkaitan dengan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lansia di kota Bengkulu.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang lansia yang berumur > 60 tahun dan dipilih dengan menggunakan systematic random sampling.Pengumpulan data variabel bebas seperti jenis kelamin, status perkawinan, status tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, status ekonomi dan aktifitas fisik dilakukan dengan wawancara terstruktur sedangkan untuk konsumsi makanan (total energi, karbohidrat, protein dan lemak) dengan menggunakan dua pendekatan yaitu food recall dan food frequencies.
Hasil penelitian melaporkan proporsi lansia yang mengalami gizi lebih sebesar 18,4% dan gizi kurang sebesar 19,3%. Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0,05) rata-rata IMT menurut jenis kelamin, status perkawinan dan status tempat tinggal serta tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara pengetahuan gizi dengan IMT lansia. Akan tetapi, ada perbedaan yang bermakna (p<-0,05) rata-rata IMT antara lansia yang melakukan olah raga dengan yang tidak melakukan olah raga dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) rata-rata IMT menurut frekuensi, lama dan jenis olah raga. Selanjutnya ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan IMT lansia. Ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara total energi dengan IMT serta ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan IMT setelah di adjusted dengan total energi. Hasil analisis multivariat regresi linier juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dengan IMT lansia adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,10 yang artinya variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat hanya dapat menjelaskan IMT lansia sebesar 10%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia di kota Bengkulu mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih sudah mulai timbul akan tetapi masalah gizi kurang masih terjadi. Untuk itu, perlu digalakkan promosi gizi melalui pendekatan keluarga dirnana lansia tinggal serta bila memungkinkan memberikan makanan tambahan kepada lansia yang kurang gizi terutama lansia dengan kondisi ekonomi yang kurang.
Datar bacaan : 51 (1986-2000)
Factors Related to Nutritional Status among Elderlies Bengkulu City,2001When reaches elderly age, one should maintain an optimal nutritional status to ensure a good quality of life. Nutritional problems that occur during old ages may take two forms, that is, under nutrition or over nutrition, both are health devastating and might cause death due to different reasons. Nutritional problems among elderly relate to changes in both environment and health conditions in general. Thus, this study aims to describe the nutritional status and its related factors among elderly in Bengkulu city.
The study design is cross-sectional with 207 subjects aged > 60 years of old and were selected using systematic random sampling. Structured interview was used to collect data such as gender, marital status, residential status, educational level, nutrition knowledge, economic status, and physical activity level. While for food consumption (to predict macronutrients consumption such as total energy, carbohydrate, protein, and fat), two methods, that is, food recall and food frequency questionnaires were employed.
The study showed that the proportion of elderlies with over nutrition was 18,4% and elderlies with under nutrition was 19,3%. T-test showed no significant difference (p>O,05) in BMI for gender, marital status, and residential status. Moreover, there was no significant difference (p>O,45) in BM[ for nutrition knowledge. Significant difference (p< 0,05) was found in BMI for elderlies who perform sport activities and those who do not. However, no significant differences were found for frequency, duration, and type of sport activities. Significant differences in BMI (p<0,05) were found for different level of education, economic status, total energy intake, carbohydrate, protein, and fat intakes (after being adjusted for total energy intake). The multivariate tinier regression analysis showed that the dominant factors determining the BMI of elderlies in this study were gender, educational level, and carbohydrate intake (adjusted) with coefficient of determination (R2) of 0,10, meaning that these variables could only explain 10% of the BMI among elderlies in this study.
The results of the study lead to conclusion that elderlies in Bengkulu city faced a double burden of nutritional problems, that is over nutrition and under nutrition at the same time. Therefore, an adequate nutrition promotion is to be embarked through family approach where most of elderlies stay. If possible, for elderlies with low economic status, a supplementary food should be provided.
Reference : 51 (1986 - 2000)