Keberadaan idiom dalam suatu bahasa memiliki arti penting. Idiom digunakan sehari-hari baik dalam percakapan maupun dalam tulisan. Dalam tulisan idiom digunakan baik dalam karya ilmiah maupun karya sastra.
Karena sifatnya, idiom hampir tidak dapat diterjemahkan secara harfiah kata per kata. Dalam mewujudkan terjemahan idiom yang sepadan, yaitu terjemahan yang dipahami oleh pembaca BSa (Target Language reader) seperti pembaca BSu (Source Language reader) memahami idiom dalam TSu (Source Language text), dapat dimanfaatkan berbagai bentuk yang mungkin dijadikan padanan idiom, diantaranya bentuk idiom juga, bukan idiom atau ungkapan bukan idiom. Selain itu juga dapat digunakan berbagai prosedur penerjemahan, diantaranya transposisi (transposition), modulasi (modulation) pemadanan berkonteks (contextual conditioning) dan transferensi (transference). Dengan memperhatikan hal-hal di atas, dalam penelitian ini ingin diketahui (I) bagaimanakah bentuk terjemahan idiom bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia: berupa idiom pula atau bukan idiom? (2) prosedur penerjemahan apakah yang ditempuh pada penerjemahan idiom bahasa Prancis ke bahasa Indonesia? (3) sepadankah pesan yang terkandung dalam penerjemahan dengan idiom dalam TSu? (4) faktor-faktor apa yang menyebabkan tidak tercapainya kesepadanan dalam penerjemahan idiom?
Dengan menggunakan 55 data yang berasal dari 4 buah cerita fiksi remaja, dan satu majalah berita ilmiah serta terjemahannya dalam BSa dilakukan analisis terhadap idiom tersebut. Analisis meliputi 2 tahap. Tahap pertama disebut tahap penentuan idiom Ada 2 hal yang dilakukan, yaitu: (1) pengenalan langsung tanpa memperhatikan konteks yang menyertainya. Hal itu dilakukan, bila ditemukan frasa yang tidak berterima secara harfiah, (2) pemahaman konteks di mana frasa itu berada. Hal itu dilakukan, bila ditemukan frasa yang frasa yang berterima secara harfiah. Langkah selanjutnya adalah mencatat secara terpisah, frasa yang dicurigai sebagai idiom itu, untuk selanjutnya dikonsultasikan pada kamus baik bentuk maupun maknanya. Frasa yang bentuk dan maknanya terdapat dalam kamus digolongkan sebagai idiom yang lazim digunakan dalam BSu, sedangkan frasa yang bentuk dan maknanya tidak terdapat dalam kamus, dikonsultasikan pada informan BSu. Kemudian untuk menguji apakah bentukan yang ditemukan itu idiom atau bukan, diuji dengan alat uji penentu idiom. Alat uji penentu idiom itu didasarkan pada kontinum (continuum), kenonkomposisionalan (noncornposisionality), kenonproduktifan (nonpraductivity). Tahap kedua adalah analisis penerjemahan idiom. Dari hasil pengujian tersebut ditemukan 55 idiom yang lazim digunakan dalam BSu dan ditemukan pula bentukan yang memenuhi kriteria keidioman. Menurut informan BSu bentukan tersebut merupakan idiom baru. Dalam membentuk hasil terjemahan idiom yang sepadan, yaitu hasil terjemahan yang dapat dipahami pembaca BSa seperti pembaca BSu memahaminya, menurut Nida dan Taber (1969:106) ada 3 kemungkinan terjemahan, yaitu: (1) dari idiom ke idiom, (2) dari idiom ke bukan idiom dan (3) dari bukan idiom ke idiom. Namun dalam penelitian ini yang diteliti hanya butir (1) dan (2). Dalam analisis penerjemahan, idiom dikelompokkan berdasarkan Cara penerjemahannya, yaitu: (1) idiom menjadi idiom, baik idiom yang sepadan dengan unsur pembentuk yang secara semantis sama maupun idiom yang sepadan dengan unsur pembentuk yang secara semantis berbeda, (2) dari idiom ke bukan idiom dalam BSa, (3) dari idiom ke ungkapan bukan idiom.
Untuk mengetahui kesepadanan idiom BSu den terjemahannya dalam BSa, digunakan satu orang informan BSu, dan satu orang informan BSa. Pemahaman informan terhadap idiom yang diteliti diketahui dari angket yang diberikan kepada informan. Selain untuk mengetahui pesan yang terdapat dalam sebuah idiom peneliti juga menggunakan cara-cara lain yaitu menggunakan referensi berupa kamus dan bahan-bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan idiom yang diteliti.
Dari hasil analisis terhadap penerjemahan idiom diperoleh temuan sebagai berikut, dilihat dari kesepadanannya, hampir semua idiom BSu memperoleh terjemahan yang sepadan. Terjemahan yang sepadan itu berasal dari kedua bentuk terjemahan yaitu: bentuk idiom baik idiom yang dibentuk dengan unsur pembentuk yang sama maupun berbeda secara semantis sebanyak 8 data dan bentuk bukan idiom sebanyak 46 data. Dari analisis ditemukan juga bentukan yang memenuhi syarat sebagai idiom bahasa Prancis yang diterjemahkan dengan idiom yang tidak sepadan sebanyak 1 data.
Prosedur penerjemahan yang ditemukan pada penerjemahan idiom menjadi idiom yang sepadan adalah transposisi dan modulasi. Transposisi tersebut meliputi geseran tataran (level shift), yaitu geseran dari tataran gramatikal ke tataran leksikal dan geseran kategori meliputi penggeseran struktur, unit dan kelas (structure, unit, class shift) dan intrasistem (intrasystem shift). Geseran ini merupakan geseran wajib dan otomatis yang disebabkan karena sistem dan kaidah dalam BSa. Modulasi yang ditemukan adalah modulasi bebas yang berupa eksplisitasi dan implisitasi yang berusaha menciptakan kesetalian dan kewajaran ungkapan BSa. Modulasi lainnya adalah geseran sudut Pandang.
Prosedur penerjemahan yang ditemukan dalam penerjemahan dari idiom BSu ke bukan idiom dalam BSa adalah prosedur modulasi bebas. Modulasi bebas tersebut merupakan proses eksplitasi, karena dalam penerjemahan, dieksplisitasikan makna idiom tersebut.
Dari fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar idiom BSu diterjemahkan ke BSa menjadi bentuk bukan idiom. Namun semuanya merupakan terjemahan yang sepadan. Pesan yang terdapat dalam idiom BSu, disampaikan dalam bentuk bukan idiom dalam BSa, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami ungkapan tersebut.