Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi latihan otot-otot pernafasan yang spesifik terhadap pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Untuk mencapai tujuan ini digunakan jenis deskriptif-analitis. Metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang menyangkut masing-masing variabel dependen ,dan variabel independen .Sedangkan metode analitis ,yaitu randomized clinical trial untuk mengetahui efek latihan otot pernafasan.
Dilakukan alokasi random sehingga didapatkan 8 pasien PPOK yang masuk dalam latihan pernafasan, dan 8 pasien yang masuk dalam latihan pemulihan. Sedangkan 7 orang pasien PPOK lagi tidak diberikan intervensi dan tidak melalui alokasi random ,dimasukkan sebagai kontrol dalam penelitian ini. Kelompok pernafasan mendapat latihan pernafasan diafragma + Pursed Lip Breathing (PLB). Latihan pernafasan dilakukan tiap hari di rumah , dan 3 kali se minggu datang ke Instalasi Rehabilitasi Medik untuk latihan dengan supervisi. Kelompok pemulihan berlatih dengan sepeda statis. Kelompok pemulihan berlatih 3 kali se minggu di Instalasi Rehabilitasi Medik, berlatih di bawah supervisi. Intervensi diberikan selama 8 minggu. Metoda analisis dilakukan sebagai berikut : Analisis univariat untuk mengetahui frekuensi karakteristik masing-masing kelompok. Sedangkan analisis bivariat (uji-t berpasangan, uji Wilcoxon) untuk mengetahui efek akibat intervensi.
Hasil dari penelitian sebagai berikut: Pada kelompok pernafasan didapati kekuatan otot ekspirasi (MEP) tampak meningkat bermakna. (p< 0,05), derajat sesak berkurang ( p>O,05), dan kemampuan berjalan meningkat dengan bermakna (p(0,05). Namun, pada kelompok pernafasan dijumpai pula peningkatan tahanan jalan udara (Raw) (p>0,05). Pada kelompok pemulihan didapati penurunan udara residu (RV] paling besar meskipun tidak bermakna (p>0,05), kesegaran jasmani (V02 maksimum) meningkat (p>0,05). Pada kelompok kontrol didapati penurunan kekuatan otot ekspirasi (MEP) mendekati bermakna (p>0,05). Kekuatan otot inspirasi (MIP) memberikan hasil tidak seperti harapan, meskipun tidak bermakna tampak MIP justru menurun pada ke dua kelompok dengan intervensi, dan meningkat pada kontrol (p>0,05).
Dari hasil penelitian tersebut di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut: latihan pemafasan dan pemulihan, ke duanya memperbaiki kualitas hidup yang dibuktikan dengan meningkatnya kemampuan berjalan. Keberhasilan ke duanya didapat dengan pendekatan yang berbeda, latihan pemafasan dengan meningkatnya kekuatan otot ekspirasi, menyebabkan sesak berkurang, dengan demikian kualitas hidup membaik. Latihan pemulihan dengan terjadinya peningkatan kesegaran jasmani, didapati kualitas hidup yang membaik. Dengan demikian disarankan pemberian latihan otot pernafasan, bila latihan yang diberikan dimaksudkan untuk mengontrol sesak, dan latihan pemulihan bila bertujuan meningkatkan kesegaran jasmani. Selain hal tersebut di atas harus diingat bahwa pada latihan pernafasan diafragma + PLB, dijumpai peningkatan tahanan jalan udara. Sedangkan latihan pemulihan meskipun udara residu menurun paling besar, hal tersebut menyebabkan kekuatan otot inspirasi menurun.
The purpose of this study was to examine the efficacy of targeted respiratory muscle training in patient with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). The study was conducted using descriptive-analytical method. The descriptive method would result in information related to any dependent and independent variable. The analytical method of randomized clinical trial based the study of the effect of respiratory muscle training. A random allocation was done resulted in 8 (eight) patients with COPD belonged the breathing exercise group, 8 (eight) patients received general exercises reconditioning. The other 7 (seven) patients with COPD belonged to a control group with no intervention and without random allocation. The respiration group underwent diaphragmatic breathing exercises + Pursed Lip Breathing (PLB). Breathing exercises were done daily at home and 3 (three) times a week, under supervision at The Instalation of Rehabilitation Medicine, Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital. The recoditioning group received exercises with ergocycle, 3 (three) times a week which lasted for 8 (eight) weeks under supervision at The Institution. The method of analysis was done as follows : Univariat analysis was conducted to study the frequency characteristics of groups. Bivariat analysis (paired-t test, Wilcoxon test) was conducted to study the effect of intervention. Result of the study were as follows: The respiration group showed increased expiration muscle strength (MEP) significantly (p<0,05), degree of dyspnea decreased (p>0,05) and walking ability increased significantly (p'(0,05). However, the airway resistance (Raw) increased (p>0,05). In the reconditioning group decreased of residual volume (RV) was observed insignificantly (p>0,05) physical fitness (V02 Max) increased (p>0,05). In the control group decrease of respiratory muscles strength was observed almost significantly (p>O,05). The inspiratory muscle strength did not show result as expected, but decreased insignificantly in both groups with intervention and increased in the control group (p>0,05). The conclusion of the study were as follows: Breathing excercises and reconditioning resulted in better quality of life as shown by increase in walking ability Both successes derived of different approaches: breathing exercises group by increase of expiratory muscle strength resulted in decrease of dyspnea and increase in quality of life. On the other side, reconditioning group resulted in better physical fitness and to better quality of life. Respiratory muscle training was recommended when the excersises were intended to control dyspnea and reconditioning was done if physical fitness was intended. We have to be aware of the increase of airway resistance in the diaphragmatic breathing excersises group + PLB. In the reconditioning group inspite of most decrease of residual air, there were decrease of inspiratory muscle strength.