Dalam kehidupan masyarakat sebagai mahluk sosial, selalu dihadapkan pada berbagai masalah sosial. Pelacuran merupakan salah satu bentuk "usaha" informal yang menjadi pilihan pelacur dan germo dan pelacuran ini sering dikategorikan sebagai "penyakit masyarakat" yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Keberadaan Kompleks Pelacuran Saritem di Bandung sangat menarik untuk dikaji, mengingat bahwa lokasi pelacuran tersebut bukan merupakan lokalisasi resmi yang disediakan oleh Pemda setempat, tetapi dapat hidup dan bertahan sejak berdirinya pada tahun 1918 sampai saat ini.
Tujuan penulisan tesis adalah dapat mendeskripsikan gejala-gejala sosial dalam kehidupan Kompleks Pelacuran Saritem berikut makna dari gejala sosial tersebut sehingga terwujud suatu keteraturan sosial yang berlaku dan dipedomani oleh masyarakat setampat, serta dapat memahami tentang sebab dapat tetap hidup dan bertahannya kompleks tersebut, pola-pola hubungan sosial yang terjadi, dan corak pengayoman yang dilakukan oleh Polsekta Andir.
Teori dan konsep yang digunakan adalah "Hubungan Patron Klien" dari James Scott dan teori "pemberian" dari Marcel Mauss. Metode pendekatan yang digunakan adalah kualitatif, sedangkan untuk dapat memahami makna dari gejala sosial penulis menggunakan metode etnografi, dengan teknik pengumpulan data: pengamatan, wawancara terstruktur ataupun spontan, dalam rangkaian kegiatan pengamatan terlibat.
Hasil kajian adalah bahwa interaksi sosial di Kompleks Pelacuran Saritem terjadi melalui hubungan sosial antara warga masyarakat dengan para pelaku pelacuran, baik hubungan antar individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar kelompok, terbentuk menjadi suatu sistem sosial yang terintegrasi menjadi suatu komuniti. Integrasi sosial merupakan alasan utama tetap hidup dan beroperasinya praktik pelacuran di lokasi tersebut. Faktor pendukung terintegrasinya warga masyarakat dengan pelaku pelacuran adalah karena adanya : Faktor seperasaan, sepenanggungan, saling memerlukan, saling menguntungkan, dan saling ketergantungan.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, masyarakat Saritem berpedoman kepada aturan-aturan yang terbentuk sebagai hasil interaksi sosial di antara mereka, yang dilakukan secara berulang-ulang dan telah menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan dan ditaati. Keteraturan sosial di Kompleks Pelacuran Saritem tidak semata-mata terjadi karena adanya hubungan patron klien antara germo dan pelacur, tetapi juga karena adanya hubungan saling menguntungkan di antara warga masyarakat dengan para pelaku pelacuran, adanya hubungan yang bersifat kontrol sosial dari pemerintah daerah melalui pengurus RT dan RW, dan adanya pengayoman yang dilakukan oleh aparat keamanan, khususnya dari Polsekta Andir.