Proporsi ketidakpatuhan penderita berobat di beberapa daerah di Indonesia, angkanya bervariasi dan umumnya masih tinggi (36,7%-63,3%). Ketidakpatuhan berobat menjadi sangat penting karena berhubungan dengan resistensi. Di Kabupaten Ogan Komering Ulu proporsi ketidakpatuhan memeriksakan dahak pada akhir fase intensif cukup tinggi,yaitu 25,15%. Sehingga kemungkinan terjadinya resistensi tinggi juga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap ketidakpatuhan memeriksakan dahak pada akhir fase intensif pengobatan tuberkulosis paru di Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2000. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu satu bulan dengan menggunakan data sekunder yang ada di puskesmas (register tb 01 dan tb 04) di Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol. Sampelnya adalah sebagian atau seluruh penderita tuberkulosis paru berumur 15 tahun atau lebih yang berobat di puskesmas di Kabupaten Ogan Komering Ulu dari tanggal 1 juni 2000 sampai dengan tanggal 31 mei 2001 dengan mendapat pengobatan jangka pendek kategori I, II atau III. Jumlah sampel sebesar 184 orang, terdiri dari 92 orang kasus dan 92 orang kontrol.
Analisis yang dilakukan adalah analisis bivariat dan analisis multivariat logistik regresi dengan menggunakan ukuran Odds rasio dan uji kai kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak rumah penderita yang jauh dari fasilitas kesehatan mempunyai OR=2,72 (95% CI: 1,44-5,14) dan PMO yang berasal dari keluarga terdekat mempunyai OR=2,56 (95% CI: 1,25-6,26)
Penelitian ini menyimpulkan bahwa jarak rumah terhadap fasilitas kesehatan dan PMO mempunyai pengaruh terhadap ketidakpatuhan memeriksakan dahak pada akhir fase intensif pengobatan tuberkulosis paru.
Penelitian ini menyarankan kepada petugas perlu melakukan tindakan yang proaktif, seperti membantu penderita dengan cara mengambil pot yang telah disiapkan sebelumnya untuk dibawa ke fasilitas kesehatan. Menyeleksi orang yang akan dijadikan PMO, memberikan pelatihan/ penyuluhan kepada calon PMO dan menginformasikan kembali jadwal ulang pemeriksaan dahak kepada penderita atau PMOnya satu minggu, atau beberapa hari sebelum jadwal pemeriksaan. Kalau dalam satu desa banyak PMOnya perlu diangkat seorang koordinator.
Some Factors Influencing Not Compliance of the Sputum Examination at the End of Intensive Phase of Tuberculosis Treatment in Oku District, South Sumatera 2000 The proportion of not compliance to attend tuberculosis treatment at some areas in Indonesia, the rate is varies and at present it is still high (36, 7%-63, 3%). Not compliance becomes quite essential, since it related to tuberculosis drug resistance. In Ogan Komering Ulu district the portion of not compliance to check the sputum at the end of intensive phase of tuberculosis treatment is still high, that was 25,15%. So the possibility of become resistance is high.
The objective of this study is to determine the impact of some factors to not compliance of tuberculosis cases to check the sputum at the end of intensive phase of tuberculosis treatment in Ogan Komering Ulu district in 2000. This study was conducted in a month by using secondary data that available at Health Center (register TB 01 and TB 04) in Ogan Komering Ulu district.
The design used was case control study. The sample was some or entire of tuberculosis cases age 15 years old or over who take medical treatment at Health Center of Ogan Komering Ulu district from June 1,2000 to May 31, 2001 who having short treatment of category I, II or III. The number of sample was 184 people, covering of 92 cases and 92 controls.
Analysis conducted were bivariate and regression logistic multivariate analysis by using Odds ratio and quadrate kai measurement.
The result of this study showed that the distant of tuberculosis patient home which is far away from the health facility having OR=2,72 (95% CI : 1,44-5,14) and treatment observer (PMO) appointed from the nearest family member having OR=2,56 (95% CI : 1,25-6,26).
This study concludes that the home distant to health facility and PMO has impacted to not compliance of checking the sputum at the end of intensive phase of tuberculosis treatment.
This study recommended the health workers, the necessity of proactive action to support the smoothness of those programs, such as helping the patient by taking the sputum spot that has been prepared earlier to be brought to the Health Center. Selecting people who will act as the PMO, giving short briefing to PMO candidate and informing again to reschedule checking their sputum to patient or its PMO a week or several days prior treatment schedule according to standard operational procedure. The PMO coordinator is necessary to be appointed if a lot of PMO exist in the village.