Pro-Kontra RI dalam percaturan politik di Ambon pada era 1946 - 1949 sesungguhnya merupakan puncak dari proses politik yang telah berlangsung sejak 1920-an. Kelompok Pro RI berintikan PIM, sedangkan kelompok kontra RI berintikan GSS dan PTB. Sementara itu terdapat kelompok Federalis yang ingin mempertahankan NIT sebagai negara otonom. Kelompok ini berintikan para intelektual yang tergabung dalam Partai GDMS.
Setidaknya ada dua masalah yang melahirkan politik Pro-Kontra RI di Ambon yakni masalah status konstitusional Maluku-Selatan dan masalah lambang-lambang Nasional. Menyangkut masalah pertama ternyata GSS dan PTB menolak Maluku Selatan menjadi bagian dari NIT, sebaliknya PIM yang Pro RI mendukung NIT bentukan Belanda itu. Hasil penelitian membuktikan, bahwa pilihan PIM mendukung eksistensi NIT, karena hanya dengan cara ini PIM dapat memperjuangkan kepentingan RI di Ambon. Sebaliknya GSS dan PTB menolak eksistensi NIT karena takut didominasi oleh daerah-daerah lain. Menyangkut masalah lambang-lambang nasional terbukti kedua kelompok belum mampu memisahkan masalah konstitusi dari lambang-lambang Nasional. Itulah sebabnya ada ancaman dari kelompok kontra RI bila lagu Indonesia Raya dan bendera merah-putih digunakan di Ambon.
Secara politis dukungan PIM atas eksistensi NIT tidak berarti PIM mendukung Belanda. Sebab pada kenyataannya PIM hanya menjadikan NIT sebagai alat federal menuju cita-cita unitaris yakni Ambon menjadi bagian dari RI. Sebaliknya Belanda menciptakan NIT sebagai alat pemecah-belah RI. Sementara itu GSS yang pro Belanda maupun GDMS yang federalis harus menerima kekalahan politis atas PIM dalam dua kali pemilu (1946 - 1948) yang diselenggarakan oleh Belanda.
Ketika pemerintah NIT tidak mampu mempertahankan prinsip federalisme dan siap bergabung dengan RI, maka tiga hari kemudian tepatnya pada 24 April 1950 kelompok GDMS dan GSS yang kalah dalam pemilu 1948 segera memproklamirkan berdirinya RMS (Republik Maluku Selatan). Dengan proklamasi itu persoalan politik di Ambon berubah konteks dari pro-kontra RI menjadi pergolakan militer antara RMS dengan RIS.
Ambon in Revolution Period : Pro and Contra of Republic of Indonesia's Parties in Political Affairs 1946-1949Pro and contra political affairs in Ambon which is last since 1946 to 1949 actually as the climax of political problems since 1920's. Parties involved in this case are PIM (Pro Indonesia) and GSS and PTB (Pro Dutch). While federalist insist to make NIT as an autonomy country. This party called GDMS which consist of intellectual person.
There are two problems caused Ambon's pro-contra, are: South Mollucass constitutional status and National symbols affairs. In connected with the first problem, GSS and PTB rejected if South Mollucass be a part of NIT while PIM (Pro RI) supported NIT's idea. Survey result proved that, PIM willing to support NIT Existence in Ambon is because that's PIM's only way to fight for RI's in Ambon. In the country as they feel afraid that another area will dominate NIT itself. All those two parties still can not separate the problems between constitutional status and national symbols. That's the reasons why there are threaten RI?s contra parties if pro RI's party wants to sing national song and raised national flag.
Politically, PIM's support for the existence of NIT does not mean they also support the Dutch. They only use MT to make Ambon become a part of Republic of Indonesia. While Dutch create NIT as they political strategy which known as Devide et Impera. GSS (Pro Dutch) and GDMS (Federalist) has to accept that they are loose from PIM in two times campaign (1946 and 1948) which is held by the Dutch.
There days after NIT government could not fight for federalism Principe and ready to join with Republic of Indonesia, in April 24, 1950 GDMS and GSS parties whose lost in 1948 campaign declare the established of RMS (Republic of South Mollucass). From that time the political of Indonesia's pro contra become military fight between RMS and RIS.