Definisi anak berbeda-beda menurut berbagai komunitas masyarakat yang ada. Menurut Undang-undang No.1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182, dikatakan dalam pasal 2-nya bahwa "anak" berarti semua orang yang berusia dibawah 18 tahun. Sebagai seorang individu yang memiliki masa depan, tenaga kerja anak mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan tumbuh dan berkembang secara utuh, baik fisik maupun mental.
Konsep evaluasi pelaksanaan kebijakan publik dilihat dari faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaannya, dan diterapkan pada evaluasi pelaksanaan kebijakan perlindungan tenaga kerja anak di perusahaan pengrajin sepatu. Variabel yang diukur adalah kondisi kerja perusahaan tempat anak bekerja dan pelaksanaan kebijakan perlindungan tenaga kerja yang sudah ada. Untuk menilai keberhasilan kebijakan perlindungan tenaga kerja anak dalam meningkatkan kondisi kerja di perusahaan disusun kerangka berfikir dengan asumsi bahwa adanya kebijakan pedindungan tenaga kerja anak yang dituangkan dalam program-program perlindungan, maka kondisi kerja tenaga kerja di perusahaan akan bertambah baik dan kesejahteraannya akan meningkat.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat evaluatif melalui pendekatan kualitatif pada pengusaha pengrajin (home industry) sepatu yang memperkerjakan tenaga kerja anak di perusahaannya. Data dikumpulkan melalui wawancara secara terstruktur terhadap pengusaha, dan dilakukan uji silang dengan data yang diperoleh dari informan yang dianggap mengatahui dengan kondisi tenaga kerja anak di perusahaan sepatu seperti anak-anak yang bekerja itu sendiri, orang tua anak yang bekerja, ketua RT/RW dimana perusahaan berada, anggota LSM yang bergerak di bidang ketenagakerjaan dan aparat pemerintah yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa tujuan kebijakan pedindungan tenaga kerja anak untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak yang bekerja masih belum tercapai. Program-program perlindungan tenaga kerja anak yang berkaitan dengan perlindungan waktu kerja dan waktu istirahat, pengupahan, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja dan pemberian kesempatan belajar belum dapat diterapkan oleh perusahaan sepatu yang memperkerjakan anak.
Penelitian juga membuktikan bahwa belum terlaksananya kebijakan perlindungan tenaga kerja anak di perusahaan dipengaruhi oleh ketidak pahaman dan ketidak tahuan pengusaha karena kurangnya sosialisasi dan tidak tersedianya bahan informasi yang berhubungan dengan program perlindungan tenaga kerja anak di perusahaan. Penyimpangan yang terjadi terhadap ketentuan yang diatur dalam kebijakan perlindungan tenaga kerja anak juga di pengaruhi oleh lemahnya pengawasan aparat pemerintah yang menjadi agen kebijakan dan belum dijangkaunya sektor informal termasuk perusahaan pengrajin sepatu.
Ada dua alternatif yang disarankan untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja anak, yaitu pertama mempertahankan substansi kebijakan atau alternatif kedua melakukan perubahan tolok ukur substansi kebijakan. Kedua alternatif tersebut memerlukan penyesuaian atau perubahan dalam strategi implementasinya. Alternatif apapun yang akan dipilih keduanya harus didukung oleh upaya peningkatan kemampuan organisasi pengawasan ketanagakerjaan agar dapat berfungsi dengan baik.