Salah satu bentuk permukiman di tepi sungai adalah yang terdapat di kota Palembang Sumatera Selatan. Palembang merupakan salah satu permukiman tepi sungai yang memiliki sejarah panjang dan lama di Indonesia. Seperti permukiman tadisional yang lainnya di Sumatera, sungai merupakan faktor yang cukup vital dalam berkembangnya suatu pemukiman. Berdasarkan sejarah dan hasil temuan arkeologis, bukti-bukti tentang adanya kegiatan bermukim di wilayah ini telah ada sejak abad ke 6 masehi ( Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,1994).
Pada masa kesultanan hingga kolonial dan masa kemerdekaan, permukiman penduduk di kota Palembang berkembang dan terpusat di tepi sungai Musi terutama di tepi bagian utara. Pada masa kesultanan terdapat peraturan yang mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan lahan. Oleh karena Palembang terletak di dataran rendah yang berawa-rawa dan dialiri oleh banyak anak sungai sehingga hanya pada bagian - bagian tertentu terdapat tanah-tanah tinggi dan padat, maka pembagian lahan serta letak permukiman pun di atur berdasarkan status sosial dan mata pencaharian masyarakat masa itu ( Sevenhoven, 1971). Pada masa berkembangan hingga kini warisan masa lalu pun masih diterapkan oleh para pemukim di kota Palembang, namun karena makin bertambahnya penduduk dan makin kompleksnya hubungan sosial yang ada serta berubahnya kondisi lingkungan, menimbulkan masalah baru bagi masyarakat di kota ini untuk beriteraksi baik antar masyarakat maupun dengan lingkungan mereka.
Kondisi wilayah permukiman tepi sungai yang dahulunya telah ditata rapi pada masa kesultanan kini telah menjadi suatu kawasan padat dan tidak teratur serta terkenal cukup rawan baik sosial, budaya, dan lingkungan. Derasnya arus urbanisasi dari berbagai daerah di sekitar kota Palembang, dengan berbagai latar belakang kebudayaannya, dan tidak jelasnya peraturan yang ada sekarang membuat permukiman di tepi sungai menjadi semakin padat dan tak teratur, sedangkan warga sendiri selanjutnya tidak membuat aturan dalam penerapan tata ruang dalam pemukiman.
Penelitian dilakukan di dua Kecamatan , masing-masing terletak di sisi tepian sungai yang berbeda (berseberangan) yaitu Kecamatan Ulu Barat II dan Seberang Ulu I. Dari hasil penelitian ini diketahui ternyata bukan raja urbanisasi yang membuat padat dan kumuh permukiman di tepi sungai, tetapi juga kebiasaan dan kecenderungan penduduk setempat untuk tinggal dekat dengan sanak keluarga dan memanfaatkan ruang yang ada untuk tempat tinggal anak-anak mereka yang telah menikah atau untuk di sewakan kepada para pendatang, meskipun seringkali kondisi fisik lingkungan dan tempat tersebut sudah sangat tidak layak.