Akibat krisis moneter dan ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia maka jumlah rumah tangga miskin di kabupaten Belu mencapai 90% atau 39.914 KK dari 52.672 KK, sedangkan pertumbuhan ekonomi kabupaten Belu hanya mencapai -5,64%. Oleh karena itu, mengatasi persoalan kemiskinan bagi pemerintah kabupaten Belu merupakan masalah yang mengedepan untuk ditangani. Di sisi lain, kabupaten Belu mempunyai potensi dalam bidang pertanian atau agrobisnis khususnya usaha penanaman kacang tanah, kacang hijau dan bawang merah, namun nampaknya potensi ini belum dapat dikembangkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Lahirnya program PPK yang dirancang oleh pemerintah untuk diterapkan pada daerah-daerah miskin dengan cara pemberian bantuan modal usaha serta penyediaan sarana prasana penunjang kegiatan ekonomi melalui fasilitas pemerintahan kecamatan dianggap sebagai media belajar bagi masyarakat dan aparat ditingkat lokal. Untuk itu program seperti ini menjadi harapan baru bagi masyarakat kabupaten Belu untuk mengatasi kemiskinan penduduknya. Namun demikian, persoalannya adalah bagaimana program PPK yang mengandung unsur-unsur pemberdayaan tersebut diimplementasikan di kabupaten Belu dan bagaimana pula dampak program tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini perlu diketahui dengan maksud untuk memahami peran serta masyarakat (kelompok sasaran) dalam mensukseskan program yang berada dalam ruang lingkup kaordinasi kecamatan serta dimaksudkan pula sebagai evaluasi untuk mengefektifkan pelaksanaan program.
Tipe penelitian yang dipakai adalah diskriptif evaluatif, hal ini dipakai karena akan memaparkan efektifitas kegiatan program PPK Pendekatan penelitian yang digunakan logical framework yang dilihat dari segi input (masukan), output (hasil) effect (pengaruh langsung) dan impact (dampak) atau kenyataan yang sesungguhnya dihasilkan oieh kegiatan program diiapangan. Lokasi penelitian ini di kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan mengkonsentrasikan di kecamatan Lamaknen. Penelitian dilakukan dari bulan September sampai dengan Nopember 2000. Orang-orang yang diwawancarai ditelusuri dengan menggunakan teknik snowboll dan yang dijadikan informan adalah penerima program, tokoh masyarakat (tokoh informal) dan aparat pemerintah lokal (tokoh formal).
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi program dilaksanakan secara terbuka meialui lembaga-lembaga yang telah ada di masyarakat, serta lewat brosur dan papan informasi. Namun penerimaan terhadap informasi program kurang dapat diterima secara maksimal oleh kelompok sasaran, karena brosur-brosur program yang diberikan menggunakan bahasa Indonesia, sementara banyak diantara kelompok sasaran yang masih buta hurup dan tidak dapat berbahasa Indonesia. Informasi program PPK akhirnya menjadi terbatas dikalangan tertentu atau hanya diterima oleh mereka yang mempunyai pendidikan. Dalam perencanaan pelaksanaan, kelompok sasaran menentukan rencana program fisik dan non fisik. Dari segi sarana fisik yang direncanakan oleh kelompok sasaran adalah berupa pipanisasi air den irigasi serta pembuatan jalan, sedangkan dalam merencanaan kegiatan usaha ekonomi produktif adalah mengembangkan atau membudidayakan kacang tanah dan bawang merah. Pembangunan fisik ternyata lebih berhasil dari pada kegiatan usaha ekonomi produktif.
Usaha ekonomi produktif gagal karena harga kacang tanah dan bawang merah sangat murah atau harga jualnya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh penerima program. Dengan murahnya harga komoditi kacang tanah yang modal awalnya dari dana PPK maka penerima program tidak mampu mengembalikan pinjaman dana perguliran secara tepat waktu, sehingga yang semula dana/modal dapat bergulir kepada masyarakat lainnya menjadi tidak berputar secara cepat atau mengalami kemacetan. Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh pelaksana program, pada akhirnya menjadi terfokus pada target pengembalian dana perguliran dari pada memfokuskan kepada kondisi keberdayaan masyarakat. Untuk itu, dalam program ekonomi produktif perlu dipertimbangkan pula keadaan penerimaan pasar dari produk yang dihasilkan oleh penerima program dan diperlukan pula kepastian harga dari pemerintah terhadap hasil produksi kelompok sasaran.