Bougainville, karya F.Springer, bercerita tentang keterbatasan manusia dalam memberi dan menerima kebenaran cinta dan ketulusan pertemanan. Cerita berbingkai yang dikisahkan oleh tokoh Aku-Bo, bertutur tentang kehidupan Tommie Vaulant, sahabat tokoh Aku dan pergumulan Opa de Leeuw menghadapi kolonialisme. Dari segi bentuk Bougainville mengingatkan kits pada Max Havelaar karya Multatuli, yang disebut oleh tokoh cerita sebagai karya pelopor dan pengarang ideal.
Selain Max Havelaar dan Multatuli, masih ada sejumlah karya dari nama besar lain, baik dari kalangan sastra maupun bukan, yang disebut dalam cerita ini. Oleh sebab itu, tesis ini menelaah jalinan unsur fiksi dan nonfiksi dalam cerita. Bagaimana kedua unsur itu berbaur dan dalam kombinasinya dengan bentuk cerita berbingkai mengaburkan Batas antara kenyataan dan rekaan. Dalam mengkaji jalinan fiksi dan nonfiksi itu dipakai semiotik sebagai landasan teori. Analisis sintaktis dipakai dalam menelaah unsur-unsur kenyataan, sedang dalam pemberian arti dipakai kajian semantis.
Dari kajian semiotis di atas diperoleh kesimpulan bahwa kenyataan dan kebenaran adalah dua hal yang sekaligus hadir dalam cerita. Hadirnya unsur fiksi dan nonfiksi dalam sebuah cerita sering mengecoh pembaca. Pembaca yang terlena dan kurang cermat mempercayai sebuah cerita yang fiksi sebagai sebuah kenyataan yang sungguh terjadi. Sebuah cerita yang meski menyampaikan kebenaran tetaplah hanya suatu fiksi., sebuah rekaan yang dibangun oleh pengarang.