Penelitian mengenai unsur romantisisme dalam puisi Takamura Kootaroo ini berangkat dari masalah bagaimanakah perkembangan romantisisme dalam sejarah kesusastraan Jepang dan unsur romantisisme apakah yang terdapat dalam kebanyakan puisi Takamura Kootaroo, serta makna apakah yang tersirat dalam puisi Takamura Kootaroo.
Untuk menjawab masalah tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sastra untuk menjelaskan tentang perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, serta menggunakan pendekatan ekspresif yang dikemukakan oleh Abrams, yang memandang karya sastra sebagai produk dari pikiran dan perasaan pengarang. Untuk itu dalam analisisnya karya sastra sama sekali tidak dipisahkan dengan pengarang, termasuk dengan latar belakang sosial dan budayanya.
Ada tiga fase perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, yaitu Bun'gaku Kai (1893-1898), Myoojoo (1899-1908), dan Subaru (1909-1913). Sedangkan unsur romantisisme yang dapat ditemukan dalam puisi Takamura Kootaroo antara lain; puisinya menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana serta mengungkapkan pikiran serta perasaannya secara spontan, pemberontakannya terhadap bentuk formal yang juga merupakan pencerminan dari pemberontakannya terhadap sistem tradisional yang mapan, khususnya sistem keluarga yang berlaku pada masa pemerintahan Meeji,serta apresiasinya yang mendalam tentang alam yang membawanya pada sebuah perjalanan spiritual yang dilandasi oleh kerinduannya untuk menyatu dengan alam.
Dari makna yang tersirat dalam puisi Kootaroo juga ditemukan pesan moral untuk saling menghormati antar sesama manusia dan seluruh mahluk yang hidup di alam, serta anjurannya agar manusia dapat membaca tanda-tanda yang diberikan oleh alam agar dapat memahami kebenaran.