Kebijakan luar negeri Iran era Khatami memasuki suatu face baru, bergerak dari konfrontasi ke konsiliasi. Dalam gagasan kebijakan luar negerinya, tidak terdapat "benturan antar kebudayaan", dia lebih memilih "dialog antar kebudayaan". Kebijakan "detente" Khatami telah menciptakan suatu atmosfir yang mendukung untuk meningkatkan hubungan dengan dunia luar. Teheran tengah meningkatkan upayanya untuk memainkan peranan yang lebih besar di kawasan Teluk dan sekitarnya. Sekarang kebijakan "detente" menjadi "cornerstone" dalam Kebijakan Luar Negeri Iran.
Masalah ini menarik untuk dikaji mengingat dibawah kepemimpinan Khatami, politik luar negeri Iran mempunyai corak baru yang secara signifikan berbeda dengan pendahulunya. Namun menyimpulkan bahwa Khatami sangat dominan dalam peran perubahan tersebut adalah terlalu menyederhanakan masalah. Sistem politik Iran yang khas, faktor geopolitik, geostrategi dan geoekonomi, tuntutan domestik, nasionalisme, agama, dan tentunya lingkungan eksternal, mempunyai peran yang tidak bisa diabaikan dalam perubahan ini.
Tulisan ini akan berusaha mengeksplorasi perubahan dalam kebijakan luar negeri di Iran sejak revolusi tahun 1979, dengan titik berat pada masa pemerintahan Presiden Mohammad Khatami (1997-2001). Pertanyaan yang muncul dalam konteks ini adalah bagaimana suatu sistem politik yang pada mulanya berdasarkan pada doktrin religius secara ketat berhadapan dengan tuntutan domestik dan konteks internasional yang harus disikapi. Hal ini akan memperlihatkan bagamana suatu kebijakan luar negeri, yang berusaha untuk tetap hidup dalam prinsip-prinsip revolusi dan agama, secara simultan tiba pada suatu term pengembangan hubungan yang lebih rasional dan praktis dengan negara luar.
Kerangka pemikiran yang digunakan untuk menjelaskan perubahan ini adalah teori determinants factors, serta teori pengambilan kebijakan. Dari hasil penelitian didapat bahwa peningkatan pragmatisme dalam kebijakan luar negeri Iran pada masa pemerintahan Khatami mempunyai kaitan dengan adanya perubahan dalam pola pengambilan keputusan dalam sistem politik Iran, kemunculan kaum reformis dalam kekuasaan eksekutif yang diikuti oleh kemenangan dalam pemilihan parlemen, kebutuhan ekonomi dan pertahanan serta perubahan konteks internasional.
Pertimbangan-pertimbangan pragmatis kepentingan domestik berperan dalam terjadinya peningkatan pragmatisme dalam kebijakan luar negeri Iran. Pertimbangan pragmatis tersebut menyebabkan faktor-faktor normatif, seperti konsitusi, revolusi Islam dan nasionalisme Iran yang pada masa awal-awal revolusi Iran menjadi pendorong utama politik luar negeri Iran, pada masa Pemerintahan Khatami tidak lagi mendominasi.