UI - Tesis Membership :: Back

UI - Tesis Membership :: Back

Madiun, dari republik ke republik

Himawan Soetanto; Leirissa, Richard Zakarias, supervisor (Universitas Indonesia, 2004)

 Abstract

Tahun 1948, tahun ketiga perjuangan mempertahankan kemerdekaan merupakan tahun yang paling berat bagi Republik Indonesia. Diterimanya persetujuan Renville oleh Republik Indonesia menimbulkan banyak kerugian baginya. Wilayah kedaulatan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, pasukan-pasukan gerilya Indonesia yang belum dapat dikalahkan oleh Belanda harus dipindahkan dari "kantong-kantong" gerilyanya ke daerah Republik yang semakin sempit. Pengunduran pasukan bukan disebabkan karena telah dikalahkan secara militer di dalam medan pertempuran, tetapi disebabkan keputusan yang disepakati bersama di dalam meja perundingan. , suatu "negotiated retreat". Tetapi Belanda melakukan pelanggaran demi pelanggaran persetujuan Renville, menolak diadakannya pebliscite, menunda-menunda diadakannya perundingan lanjutan pasca Renville dan lain-lain. Renville menimbulkan hubungan Indonesia dan Belanda suatu suasana perdamaian yang semu, suatu "state of uneasy peace". Belanda tetap memelihara kekuatan militernya, tidak menguranginya setelah Renville. Jumlah kekuatan 120.000, tetap dipertahankannya, suatu kekuatan militer yang terbesar yang ditugaskan ke Indonesia di dalam sejarah Belanda. Kenyataan ini bagi Republik Indonesia merupakan indikasi bahwa Belanda sewaktu-waktu akan menggunakan kekuatan militernya untuk melakukan agresi militer, memaksakan kehendaknya apabila perundingan-perundingan pasca Renville tidak menghasilkan keputusan politik yang memuaskan baginya.
Mengalirnya para pengungsi di dalam jumlah besar dan pasukan Republik yang ber"hijrah"dari daerah-daerah yang diduduki Belanda kewilayah Republik, menimbulkan problema ekonomi dan sosial yang besar, kesulitan diperbesar dengan adanya blokade ekonomi yang ketat fihak Belanda.
Akibat diterimanya persetujuan Renville juga menimbulkan krisis parlementer. Perdana Menteri Amir Syarifudin meletakkan jabatannya, setelah kabinet "Sayap Kirinya" tidak mendapat dukungan dari Masyumi dan Partai Nasional Indonesia.
Presiden Soekarno menunjuk Wakil Perdana Menteri Mohamad Hatta sebagai formatur kabinet , dan berhasil membentuk kabinet baru pada tanggal 30 Januari 1948. Namun ketidak berhasilan Hatta untuk mengangkat seorang Menteri dari Sayap Kiri menimbulkan mala petaka yang cukup besar. Sayap Kiri menjadi kekuatan oposisi, kekuatan kanan dan tengah revolusi Indonesia di dalam kabinet Hatta melakukan konsolidasi kekuatannya. Sayap Kiri yang telah mengkonsolidasikan dirinya menjadi Front Demokrasi Rakyat, suatu kekuatan politik dan mempunyai sayap militer , melakukan oposisi yang semakin radikal. Pertentangan antara kekuatan kanan dan kiri semakin meningkat dibulan-bulan setelah perjanjian Renville dan berakhir dengan konflik bersenjata di Madiun.

 Digital Files: 1

Shelf
 Madiun dari-T11237.pdf :: Download

LOGIN required

 Metadata

Collection Type : UI - Tesis Membership
Call Number : T11237
Main entry-Personal name :
Additional entry-Personal name :
Additional entry-Corporate name :
Study Program :
Subject :
Publishing : Depok: Universitas Indonesia, 2004
Cataloguing Source
Content Type
Media Type
Carrier Type
Physical Description ii, 183 hlm. ; 30 hlm.
Concise Text
Holding Institution Universitas Indonesia
Location Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Availability
  • Review
  • Cover
Call Number Barcode Number Availability
T11237 15-19-898290904 TERSEDIA
Review:
No review available for this collection: 73675
Cover