Tesis ini menyajikan fenomena munculnya sekelompok masyarakat imigran yang muncul sebagai "masyarakat baru" dalam kategori masyarakat pascakolonial. Pada umumnya masyarakat pascakolonial merupakan representasi dari Dunia Ketiga, namun VS. Naipaul lewat karya-karyanya mengungkapkan bahwa telah muncul pula kelompok masyarakat pascakolonial yang masuk dalam kategori Dunia Kelima. Pemisahan kategori ini terjadi karena identitas yang mereka sandang memang berbeda, bahkan dalam representasinya masyarakat imigran menunjukkan upaya resistensi justru terhadap identitas kultural nenek moyang, yang merupakan masyarakat dari kategori Dunia Ketiga. Di samping upaya resistensi, masyarakat baru ini pun merepresentasikan diri pula lewat upaya rekonstruksi demi berdiri sejajar dengan mereka yang ada dalam kelompok bangsa kolonial. Lewat dua karya VS Naipaul, An Area Of Darkness dan A Way In The World, tesis ini mengkaji upaya-upaya resistensi dan rekonstruksi yang telah dijalani masyarakat imigran tersebut untuk muncul sebagai "masyarakat baru".
Bahwa figur sang pengarang sendiri, VS Naipaul, sebagai seorang imigran keturunan India menjadikan kajian persoalan masyarakat imigran dilihat dalam perspektif "suara imigran" daripada perspektif mengenai imigran. Novel pertama, An Area Of Darkness, merupakan kampus guna mengkaji secara mendalam upaya masyarakat keturunan imigran dalam berproses menuju suatu hibriditas bagi identitasnya. Di sini sang pengarang mencoba mengetengahkan suatu realitas yang terjadi pada masyarakat imigran yang telah tercerabut dari tanah leluhurnya, teristimewa secara kultural.
Ketercerabutan ini telah menciptakan kondisi teralienasi baik dengan budaya nenek moyang maupun dengan orang-orang yang masih memiliki budaya tersebut sebagai identitas kulturalnya. Kondisi teralienasi ini hanya salah satu aspek saja yang mengantar mereka pada sikap penolakan atau resistensi terhadap budaya nenek moyangnya. Aspek yang lain ialah stereotip masyarakat Timur (East) yang merupakan representasi akan keterbelakangan dan "masa lampau". Aspek kedua ini sangat penting bagi masyarakat imigran untuk melakukan upaya resistensi pula terhadap dominasi kolonial, sehingga mereka tidak lagi berada dalam bayang-bayang masyarakat yang dikuasai oleh kolonial.
Dalam novel kedua, A Way In The World, VS Naipaul kembali menegaskan pentingnya upaya rekonstruksi sebagai proses untuk bangkit dan melepaskan diri dari inferioritas karena dominasi kolonial. Rekonstruksi ini dapat diamati lewat beberapa proses, misalnya proses memutus hubungan dengan "nenek moyang", proses membuat sejarah sendiri bersama-sama dengan kelompok imigran dari etnik lain, dan juga proses memperluas wawasan dengan dunia luar dalam kerangka melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik demi masa depan bangsa. Upaya rekonstruksi ini memang melampaui proses yang panjang dan waktu yang juga lama karena tujuan utamanya ialah melahirkan bagi mereka suatu identitas yang pasti. Bahwa identitas yang mereka bentuk merupakan proses dialog baik dengan identitas kultural nenek moyang maupun kolonial membuktikan upaya mereka untuk memiliki posisi mereka sendiri, khususnya dalam merepresentasikan diri di tengah-tengah bangsa yang lain.
Muncul pula berbagai kecurigaan tentang fenomena ini, karena seolah-olah masyarakat ini merupakan bentukan masyarakat kolonial yang bermaksud melestarikan hegemoninya setelah dekade dekolonialisme. Namun demikian, identitas yang dilahirkan oleh masyarakat imigran ini, yakni suatu hibriditas, dapat menunjukkan salah satu kelebihannya dalam menghadapi budaya kolonial.
Budaya kolonial bukanlah "hantu" yang harus ditakuti, karena sikap yang demikian justru bakal melanggengkan hegemoninya. Budaya kolonial bukanlah musuh, melainkan sesama untuk bersama-sama melakukan dialog bagi kemajuan masa depan. Hibriditas identitas merupakan upaya untuk menihilkan superioritas kolonialisme. Maka, demikianlah mereka lahir sebagai fenomena baru dalam kajian masyarakat pascakolonial.