Tesis ini mempergunakan perspektif realis yang bersumber dari gagasan ontologis bahwa semua fenomena politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang negara (state) dan kepentingannya yaitu mengejar kepentingan-kepentingan kekuasaan (struggle for power). Konsekuensinya adalah bahwa hubungan antar negara bersifat zero-sum game. Belenggu logika zero-sum game ini disebut dilemma keamanan, Peningkatan kekuatan negara-negara ditentukan oleh berbagai asumsi yang melatarbelakangi yaitu: sistem internasional adalah anarki. Sudah menjadi sifat negara untuk memiliki kemampuan militer yang ofensif sehingga dapat melakukan serangan balasan sekaligus menghancurkan lawan; negara tidak pernah secara pasti untuk mempergunakan kemampuan militernya untuk melakukan serangan terlebih dahulu; molivasi paling mendasar yakni kemampuan untuk survival dalam sistem internasional dan negara ingin memelihara kedaulatannya ;secara strategis, negara akan memikirkan bagaimana agar tetap survive. Dengan begitu, negara akan saling berlomba mengadakan modernisasi persenjataan yang menciptakan bermacam sistem penangkalan terhadap serangan luar.
Dalam situasi demikian, peningkatan kekuatan militer Cina didasari atas faktor geografis yang didukung oleh keinginan untuk mengembalikan citra kejayaan/ambisi sendiri, faktor AS, Jepang, Taiwan maupun situasi keamanan regional.
Indikator dari peningkatan kekuatan militer diperlihatkan oleh Cina dalam defence budget, defence expenditure, alih teknologi, dan penggelaran kekuatan bersenjata. Faktor geografis merupakan elemen utama dari peningkatan militer tersebut. Lepasnya beberapa wilayah dari kesatuan propinsi nasional akibat melemahnya kekualan bersenjata dalam mengawasi intervensi asing yang masuk ke wilayah. Kurangnya peralalan tempur menjadi kendala utama bagi Cina dalam mengawasi luasnya geografi yang harus dikontrol. Besarnya jumlah penduduk dan ambisi diri menjadi kekuatan adidaya tidak cukup bila tidak didukung kualitas persenjataan.
Upaya peningkatan militer Cina menjadikan Asia Timur sebagai kawasan yang dapat menjadi arena peningkatan militer bahkan menciptakan perimbangan kekuatan pada level mini. Hal ini akan berakibat luas bagi proses perdamaian maupun pertumbuhan perekonomian dunia. Hubungan dengan Jepang, Taiwan, serta AS masih diwarnai oleh beberapa persoalan yang melahirkan persepsi ancaman terutama Jepang dan Taiwan.
Adapun kesimpulan dari penelilian ini terlihat bahwa indikator meningkatnya kekualan militer Cina ditindak lanjuti pula oleh meningkatnya anggaran militer, belanja pertahanan, maupun penggelaran kekuatan bersenjata. Secara keseluruhan, persaingan militer di Asia Pasifik belum mengkhawatirkan, karena masih lerbalasnya kemampuan negara-negara Asia Pasifik, namun persaingan tersebut secara kualitatif Cina cenderung meningkat.