Munculnya industri rokok kretek di Kudus dapat dikatakan telah muncul pada pertengahan abad ke-19 (1870) yaitu ditandai dengan hasil penemuan ramuan dari H. Djamhari. Rainuan yang pada awalnya hanya dimaksudkan untuk mengobali penyakit dadanya yang sudah menahun, dengan cara mengolesi dadanya dengan minyak cengkeh yang berhasil dibuatnya. Kesehatan H Djamhari lebih membaik lagi ketika mencoba menyembuhkan penyakitnya dengan mengunyah cengkeh. Secara mengejutkan informasi tenting diketemukannya sebuah ramuan yang dapat mengobati penyakit dada menyebar ke tengahtengah masyarakat dan akhirnya diminati banyak kalangan dalam masyarakat atas saran para anggota keluarga dan para kenalannya, H Djamhari mulai memproduksi hasil ramuannya secara massal untuk komersialisasi.
Bentuk produksi massal hasil ramuan obat H Djamhari yaitu dengan mempertimbangkan kepraktisan dan ketahanan agar hasil ramuannya dapat dinikmati sebagai obat dimanapun mereka parapemakai ingin menikmalinya. H. Djamhari berhasil menemukan sebuah cara dengan memproduksinya yaitu dengan merajang cengkeh secara halos dan mencampiunya dengan tembakau tmtuk dijadikan rokok Hasi`1 I oduksi semacam ini, akan Ieblh memudahkan dan memberikan keralanatan tersendiri bagi peminatnya dan asap rokok cengkeh (kretek) tersebut, juga akan lebih mudah dapat masuk ke dalam tenggorokan hingga ke paru-paru.
Setelah hasil ramuan obat H. Djamhari diproduksi secara macsal wrtuk diperdagangkan dan mendatangkan keuntungan Berta kesuksesan, men buat sebagian anggota masyarakat lainnya baik dari kalangan pribumi dan non-pnbumi-ingin mengikuti jejak dan membuat produksi serupa. Misalnya, dari kalangan pribumi lain Nasilah-M Nitisemito (1908), Atnzowidjojo bin Tmenodiwongso (1913), H.M. Ashadie Atrno (1914), Moectadi-menantu Almo (1926), H. Ali Asikin (1926), HM Moeslich (1927), Nadliroen Alma (1927), Rusdi Atmo (1927), H Ma'roef Roesjdi (1937), Mc. Wartono (1949), dan lain-lainnya. Sedangkan dari kalangan non-pnbumi tercatat dari kelompok NV. Trio/Maeda (1918), Nojorono (1932), dan Djaroem (1951).
Pertumbuhan dari perkembangan industri rokok kretek di Kudus didalam perjalanannya, kalangan pribumi mendapatkan pesaing dari kalangan. non pnbumi, baikl di Kudus sendiri maupun dari wilayah Timur Jawa yaitu Surabaya, Malang dan Kediri. Dimana wilayah tersebut pada awalnya, merupakan pasar terbesar bagi industri rokok kretek Kudus. Ekspansi industriawan rokok kretek Kudus ke wilayah Barat Jawa, mendapatkan saingan dari penisahaan rokok di Semarang, Cirebon , dan di Batavia.
Pada akhirya mereka dan kalangan industriawan rokok kretek pribumi di Kudus, hanya mampu sebagai penemu (inventor), hum sebagai pengembang menjadi patens (continuation, sequel atau resumption) dari hasil jerih payah mereka sebagi penemu awal. Namun, sebaliknya dari kalangan non priburni (Cina) yang datang belakangan sekitar tahun 1932 (Nojorono), semakin dapat mendasari produksi dan industri rokok kretek di Kudus. Artinya, Pengusaha pribumi memang pada awalanya sebagai `promoters", selanjutnya menjadi "parasites". Sedangkan etnis Cina dari "pariah" menjadi "paragon".