Sejarah pergerakan selalu terjadi pada situasi di mana kezhaliman, ketidakadilan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia menimpa kehidupan umat manusia. Hak-hak asasi manusia yang memberikan ruang luas untuk "bebas" dan "merdeka" menjadi terhambat karena arogansi kekuasaan dengan kesewenang-wenangan tirani penguasa. Oleh karena itu bila kita berbicara tentang sejarah pergerakan, secara tidak langsung kita akan dihadapkan oleh pembahasan mengenai sejarah hak-hak asasi manusia. Singkatnya bahwa sejarah pergerakan selalu identik dengan sejarah HAM.
Imperialisme dan Kolonialisme yang diprakarsai oleh negara-negara Barat, berangkat dari transisi paham spiritualisme kepada paham materialisme. Dunia Barat pada sebelum abad pertengahan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma keagamaan. Suasana religius sedemikian mewarnai kehidupan, baik pada segmen masyarakat maupun pemerintahan. Ketika ilmu pengetahuan dan tekhnologi mulai banyak dikembangkan, maka Barat secara perlahan mulai meninggalkan gereja dan paham spritualismenya. Hanya satu yang mereka yakini, bahwa materi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan tehnologi akan dapat meningkatkan taraf kesejahteran hidup umat manusia. Di bawah dorongan kuat paham materialime inilah dunia barat mulai merambah dunia timur, dengan melakukan petualangan kolonialnya untuk menguras sumber daya alam dan sumber daya manusianya sekaligus.
Meskipun Amerika menjadi gerbong terakhir dalam rangkaian panjang kereta kolonial dengan Inggris sebagai lokomotifnya, Amerikapun ikut mencicipi jajahan beberapa wilayah di bagian Timur. Salah satu bentuk penjajahan Amerika yang menguras sumber daya manusia secara besar-besaran adalah pengiriman budak-budak kulit hitam dari Negara-negara di bagian benua Afrika. Ini merupakan penjajahan model baru, sebab tanpa harus bertandang ke negeri jajahan, pemerintah kolonial dapat secara efektif menguras sumber daya manusia untuk mendongkrak angka pertumbuhan kekayaan negerinya.