Perseteruan antara agama dan filsafat adalah perseteruan klasik yang tidak ada habisnya. Banyak upaya yang telah dilakukan namun masih saja belum dapat hasil yang maksimal. Di penghujung cakrawala pemikiran untuk memadukan keduanya, muncul seorang tokoh filosof Muslim Spanyol bernama Ibn Tufail. la mencoba menawarkan solusi alternatif untuk mencairkan kebekuan hubungan antara filsafat dan agama.
Ibn Tufail memulai dari pandangannya tentang akal. Manusia dapat menjalani perkembangan hingga mencapai puncaknya dengan potensi akal yang ia miliki. Walaupun ia berangkat dari titik yang paling rendah sekalipun. Berangkat dari ketiadaan pengetahuan, budaya atau tradisi tertentu. Perkembangan itu diniscayakan dari hasil persentuhan dengan alam di sekelilingnya yang terdiri dari; hewan, tumbuhan dan benda-benda. Manusia dapat belajar dari seisi alam semesta, meniru dan melakukan harmonisasi. Manusia cukup mengikuti alur harmoni yang sudah ada pada alam dan mengambil bagian di dalam harmoni itu.
Ibn Tufail juga mengemukakan bahwa akal manusia berkembang secara hierarkis seiring pertambahan usianya. Pada tahap awal adalah tahap akal praktis, ketika manusia bersentuhan dengan alam. dan melihatnya sebagai partikular-partikular yang berbeda satu sama lain. Tahap selanjutnya adalah tahap akal metafisis, ketika manusia mulai melihat alam secara universal. Manusia melihat ada kesamaan di balik perbedaanperbedaan yang nampak. Bahkan manusia sudah berpikir tentang sesuatu di balik materi. Ketika melihat pergerakan dan perubahan pada alam, maka ia berpikir ada zat yang melakukan pergerakan dan perubahan itu. Tidak mungkin gerakan dan perubahan harmonis di alam terjadi dengan sendirinya. Hingga akhirnya akal manusia sampai pada peniscayaan adanya Tuhan sebagai zat yang menggerakkan dan perubahan.
Tahap akal mistis merupakan puncak atau akhir perkembangan akal setelah manusia menjalani penghayatan kesempurnaan Tuhan. Mengingat begitu sempurnanya wujud alam ini, muncul dalam jiwa manusia kecintaan dan kerinduan kepada Yang Maha Sempurna itu. Kemudian manusia terdorong untuk berinteraksi secara intensif dengan-Nya melalui berbagai cara yang ia lakukan. Ibn Tufail mencontohkan pemenuhan hasrat kerinduan itu dengan gerakan berputar-putar, meniru gerakan benda-benda angkasa di langit.
Dengan demikian, akal menurut Ibn Tufail membawa manusia mengenal dan meniru alam, kemudian akal meniscayakan adanya Tuhan sebagai Zat di balik alam. dan akhirnya akal membawa manusia pada kerinduan kepada Tuhan. Dengan tahapan-tahapan ini, sesungguhnya manusia dengan akalnya dapat sampai pada apa yang diajarkan agama.