Tujuan:
Program keamanan pangan perlu ditingkatkan dan dikembangkan, yang bertujuan mencegah masyarakat dari bahaya terhadap kesehatannya akibat produk pangan olahan yang tidak aman dan bermutu. Untuk itu perlu diketahui gambaran kinerja produsen pangan olahan dalam menyelenggrakan produksinya.
Metoda:
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian "Cross-sectional", untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja produsen pangan olahan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner, dan untuk pengukuran kinerja digunakan data hasil supervisi atau hasil pemeriksaan setempat yang telah dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh sejak tahun 2000 sampai tahun 2003. Analisis bivariat dilakukan dengan uji "Chi-Square" dan analisis akhir dilakukan menggunakan analisis multivariat dengan uji "Regresi Logistic Ganda".
Hasil:
Kajian data menunjukkan proporsi produsen pangan olahan dengan kinerja baik sebesar 19,1%, berkinerja cukup 36,2% dan berkinerja kurang atau tidak baik 44,7%. Hasil kompositnya dengan dikotom yang jelas adalah 55,3 % berkinerja baik dan 44,7 % berkinerja buruk. Uji "Chi-Square" menunjukkan hubungan yang bermakna dari beberapa variabel dengan kinerja, yaitu pendidikan (p = 0,0001), pengetahuan (p = 0,0001), sikap (p = 0,0001), pengalaman (p = 0,055), pelatihan (p = 0,016), imbalan ( p = 0,001), . supervisi (p = 0,011) dan pedoman kerja (p = 0,006).
Dari empat variabel yang masuk menjadi model, yaitu imbalan, supervisi, pengetahuan dan sikap, yang dengan uji regresi logistik dan dari nilai Odds Ratio (95 % CI-OR) diketahui variabel yang paling dominan adalah variabel pengetahuan sebesar 36,42 (8,23-161,20) yang artinya bahwa kinerja produsen pangan yang berpengetahuan baik berpeluang mempunyai kinerja baik 36,42 kali lebih besar dibandingkan produsen pangan olahan yang berpengetahuan kurang, setelah dikontrol variabel imbalan, supervisi dan sikap. Hasil uji interaksi menunjukkan terdapatnya interaksi dari variabel sikap dengan supervisi dengan nilai Odds Rationya (95% CI-OR) sebesar 15,530 (0,898-268,546) yang berarti bahwa produsen yang mendapat supervisi secara rutin setahun sekali produsen tersebut mau merubah sikapnya terhadap peraturan perundangan tentang produksi pangan menjadi lebih positif, mempunyai peluang berkinerja baik 15,530 kali dibanding produsen yang tidak disupervisi secara rutin dan sikapnya terhadap peraturan negatif. Dari model akhir hasil uji interaksi diketahui variabel paling dominan adalah variabel pengetahuan dengan Odds Ratio (95% CI-OR) sebesar 56,394 (10,824-293,807), yang artinya produsen yang berpengetahuan baik mempunyai peluang berkinerja baik 56,394 kali dibandingkan dengan produsen yang berpengetahuan buruk untuk menyelenggakan produksi pangan olahan.
Kesimpulan:
Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kinerja produsen pangan olahan tanpa interaksi adalah pengetahuan setelah dikontrol dengan faktor imbalan, supervisi, dan sikap. Sedangkan faktor paling dominan setelah interaksi adalah pengetahuan setelah dikontrol oleh imbalan, supervisi, dan faktor interaksi dari supervisi dengan sikap.
Saran:
Untuk meningkatkan kinerja dari produsen pangan olahan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, perlu dilakukan pembinaan dalam rangka pemberdayaan produsen terhadap pengetahuan tentang cara produksi makanan yang baik dan juga terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan produksi dan distribusi produk pangan olahan, serta peraturan perundang-undangan tentang konsumen.
Objective:The food security program needs to be improved and developed, which aims to prevent the danger to public health from hand made food products which are not safe and in bad quality. Therefore there is a need to find out the operation of hand made food product in the production process.Methods:This study is undertaken using a `cross-sectional' study plan, to find out the factors and that related to the operation of hand made food producer in the province of Nanggroe Aceh Darussalam in the year 2003. Data collections are carried out through questionnaire, and for the operation measurement using data from result of supervision or local test wick has been carried out by the Foods and Drugs Supervision Board of Banda Aceh since 2000 until 2003. Bavariate analysis is carried out using `chi-Square' test and the final analysis is carried out using multivariate analysis using `regression Logistic' test.Result:The data research shows that the proportion of hand made food producer operation with good operation is 19,1%, sufficient operation 36,2% and bad operation is 44,7%. The result composite with clear dichotomy is 55,3% with good operation and 44,7% bad. The `chi-Square' test shows a significant relationship from some variables with operation, which are education (p = 0,000), knowledge (p = 0,000), attitude (p = 0,000), experience (p = 0,055), training (p = 0,016), reward (p = 0,001), supervision (p = 0,011), and job guideline (p = 0,006).From the four variables which included as models, which are reward, supervision, knowledge, and attitude, in which through regression logistic test and from the Odds Ratio value (95% CI-OR) it is known that the most dominant variable is knowledge variable 36,425 (8,23-161,20) which means that the producer of hand made food with good knowledge has the opportunity to have good operation 36,425 times higher compared to producer of band made food who has less knowledge, after being controlled by reward, supervision, and attitude variables. The result of interaction test shows tat there is an interaction from the attitude variable and supervision variable with odds ratio value (95% CI-OR) of 15,530 (0,898-268,546) which means that the producer which acquire supervisions regularly each year willing to change their attitudes toward the regulations of food production to be more positive and has the opportunity of good operation 15,530 times higher compared to the producer who are not supervised regularly, and their attitudes toward the regulation are negative. From the final model of the interaction test, it is known that the most dominant variable is the knowledge variable with Odds Ratio (95% CI-OR) of 56,394 (10,824-293,807), which means that the producers with good knowledge have an opportunity to have good operation 56,394 times higher compared to the producers with bad knowledge to operate the production of hand made food.Conclusion:The most dominant factor which is related to operation of hand made producers without interaction is knowledge after controlled by reward, supervision, and attitude factor. As for the most dominant factor after interaction is knowledge after being controlled by reward, supervision, and interaction factor from supervision with attitude.Suggestion:To improve the operation of hand made food in the Province of Naggroe Aceh Darussalam, an improvement needs to be undertaken in order to aid the producer of the knowledge on how to produce and distribute the hand made food products, and concerning the regulation regarding consumers.