Daerah Kelurahan Antapani Kidul Cicadas sebagaimana daerah lainnya di Bandung, sudah lama dilanda persoalan kekurangan air bersih. Hal ini terlihat dengan semakin tidak teraturnya debit (diskontinuitas distribusi) air pipa dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan diadakannya sistim gilir di beberapa perumahan penduduk serta telah terjadinya penurunan permukaan air tanah, bahkan kekeringan air melanda penduduk di beberapa tempat. Konsekuensi dari kekurang mampuan pihak PDAM kota Bandung memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Antapani Kidul, sumber air tanah menjadi alternatif utama. Namun, kemudian timbul persoalan lain dimana akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan dan berjalan terus, mengakibatkan turunnya permukaan air tanah.
Turunnya permukaan air tanah tersebut merupakan salah satu indikator telah terjadinya gangguan keseimbangan hidrologis di daerah Antapani, dan kawasan Bandung secara makro. Apabila tidak ada upaya pencegahan, dimasa mendatang dikhawatirkan daerah Antapani menjadi daerah defisit air tanah. Oleh karena itu perlu adanya upaya yang bertujuan melindungi sumber daya air tanah dari pencemaran serta eksploitasi yang berlebihan yaitu upaya konservasi air tanah. Upaya konservasi selain melalui pendekatan teknologi, juga melalui pendekatan ekonomi lingkungan yaitu melalui penerapan mekanisme pasar.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui persepsi masyarakat Antapani Kidul terhadap nilai guna air tanah (2) Mengetahui seberapa kuat pengaruh antara tingkat pendapatan, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan kualitas air tanah terhadap kesediaan masyarakat membayar (willingness to pay, wtp) biaya pemakaian air tanah (3) Mengetahui sejauh mana nilai willingness to pay, wtp dapat menggambarkan tingkat kelangkaan air tanah di komplek perumahan Antapani Kidul?
Hipotesis yang diajukan dalam studi kajian/penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh yang kuat antara independent variable tingkat pendapatan, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan kualitas air terhadap dependent variable yaitu kesediaan/kesanggupan masyarakat membayar (willingness to pay) biaya pemakaian air tanah
Penelitian diadakan di komplek perumahan Antapani Kidul dengan populasi rumah tangga pelanggan air PDAM Kota Bandung yang mendapatkan pelayanan secara tidak kontinu. Titik sampel terpilih yaitu RW 14, RW 15 dan RW 05 Kelurahan Antapani Kidul Kecamatan Cicadas Bandung, selanjutnya masing-masing disebut lokasi I, II dan III. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2002 sampai dengan Pebruari 2003. Penelitian bersifat survai dimana pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara yang ditunjang dengan pengumpulan data sekunder. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode statistik dan metode valuasi kontingensi (Contingent Valuation Method).
Berdasarkan hasil analisis data survai dapat disimpulkan bahwa: (1) Persepsi masyarakat perumahan Antapani Kidul Cicadas Bandung terhadap nilai guna sumber daya air tanah, secara umum menyatakan sangat penting dan keberadaannya sangat diperlukan. Hal tersebut terbukti dan tingginya tingkat permintaan air tanah oleh responden sebagai alternatif utama guna pemenuhan kebutuhan air bersih. Walaupun dari segi kualitas mutunya rendah dan kuantitas debit semakin berkurang, akan tetapi 100% populasi target di lokasi kajian masih memanfaatkan air tanah. Dari jumlah 150 responden, rata-rata masih memiliki media sumber air tanah, seperti: sumur gali 4,66%, pompa listrik biasa 52%, pompa tangan 2,67%, jet pump 40,67%. Total rata-rata pemakaian Ub air tanah dan pola penggunaan (D1-D6) pada masing-masing lokasi berbeda sesuai tingkat bebutuhan dan kemampuan ekonomi responden.
Pengguna terbanyak adalah responden di lokasi III dengan total penggunaan Ub sebanyak 951 m3/bulan. Sementara total rata-rata penggunaan air PAM (Ua) hanya 380 m3/bulan. Jumlah ini menggambarkan sekitar 71% pemenuhan air bersih di lokasi III adalah dengan air tanah. Di lokasi II total Ub adalah 773 m3/bulan dan Ua 817 m3/bulan .
Selanjutnya lokasi I total Ub adalah 649 m3/bulan dan Us 9I7m3/bulan. Artinya untuk masing-masing lokasi II dan I sekitar 49% dan 41%, kebutuhan air bersih dipenuhi dari pemanfaatan air tanah Ub. Persepsi dari 150 responden terhadap kualitas air tanah yaitu 95.7% menyatakan tidak layak komsumsi, terutama bila digunakan sebagai bahan baku air minum/memasak. Pendapat terhadap parameter fisik air, sebanyak 88.9% menyatakan airnya berwarna kekuning-kuningan. Sebanyak 65.3% menyatakan berbau dan 76.7% menyatakan air tanahnya berasa serta 100% menyatakan timbul kerak/endapan bila dibiarkan dalam wadah. (2) Terdapat hubungan dan pengaruh yang positip serta kuat antara variabel bebas tingkat pendapatan (I), pendidikan (E), jumlah anggota rumah tangga (C), kualitas air tanah (Qb) dengan tingkat kesediaan membayar (willingness to pay, Wff'b) oleh masyarakat, apabila ada upaya perbaikan kualitas maupun kuantitas air tanah yang mereka pergunakan. Berdasarkan hasil uji regresi multivarian terhadap variabel air tanah, didapat nilai koefisien determinasi (R2 adjusted) semuanya diatas 0.50 (50%) yaitu masing-masing 0.591 (lokasi 1), 0.536 (lokasi II) dan 0.695 (lokasi III). Artinya bahwa nilai WTPb responden dipengaruhi oleh variabel bebas. Sementara hasil uji F dengan selang keyakinan 95%, menunjukkan bahwa semuanya nilai Fhi yang didapat lebih besar dari FiRb
Uji tersebut membuktikan model regresi peningkatan debit air PAM maupun model regresi pemasangan sistem meteran pada air tanah, dapat dipakai mengestimasi nilai WTPnya. (3) Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai WTPa rata-rata peningkatan debit air PAM di lokasi I sebesar Rp. 2322/m3, lokasi II Rp. 2202/m3 dan lokasi III Rp. 1500/m3. Sementara WTPb rata-rata dengan sistem meteran di lokasi I sebesar Rp. 945/m3, lokasi II Rp. 921/m3 dan lokasi III Rp. 762/m3. Untuk total keseluruhan 150 responden, didapat nilai WTPA rata-rata peningkatan debit air PAM sebesar Rp. 1999/m3 untuk peningkatan debit air PAM dan WTPb air tanah dengan sistem meteran sebesar Rp. 876/m3. Dari nilai tersebut ternyata WTPa peningkatan debit air PAM lebih tinggi dari harga air rata-rata yang ditetapkan oleh PDAM Kota Bandung untuk rumah tangga, yaitu Rp. 1800/m3. Sementara kecilnya nilai WTPb air tanah dengan sistem meteran kemungkinan disebabkan oleh kualitasnya yang kurang baik dan responden masih harus menanggung biaya produksi, yaitu listrik dan peralatan pompanya berikut teknisinya. Sebenarnya bila biaya produksi ini dijumlahkan dengan WTPnya, nilai air tanah ini tentu akan lebih tinggi lagi. Namun hal terpenting yang perlu dikemukakan dari hasil penelitian ini, yaitu adanya keinginan responden membayar retribusi air tanah (water pricing) yang dipergunakan. Hal tersebut menunjukkan adanya tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat di komplek perumahan Antapani Kidul dalam upaya penghematan cadangan air tanah. Sementara terdapatnya sejumlah variabel yang mempengaruhi besar kecilnya nilai WTP membuktikan bahwa saat ini air tanah merupakan public good, yang pemanfaatannya perlu dikenakan retribusi untuk upaya recharge air tanah tersebut. Hal ini pun menunjukkan sifat kelangkaannya. Model persamaan matematika WTP ini dapat digunakan hanya di kompleks perumahan Antapani Kidul, atau tempat lain yang berkarakteristik sosial ekonomi kurang lebih sama.