Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media dalam hal ini media televisi (RCTI dan SCTV) memaknai realitas konflik yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia dalam proses produksi beritanya.
Penelitian tentang pola pemberitaan atau pendekatan jurnalistik yang digunakan media televisi dalam proses produksi berita seputar konflik di Indonesia, mengajukan pendekatan jurnalisme perdamaian dan paradigma konstruksionis yang memandang tidak adanya realitas obyektif termasuk dalam berita.
Penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif ini melakukan kajian terhadap kebijakan dan pandangan pengelola berita di RCTI dan SCTV atas realitas konflik yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia hingga masuk ke dalam proses produksi berita.
Studi kualitatif terhadap kebijakan dan pandangan pengelola berita di RCTI dan SCTV disertai analisis berita seputar konflik di RCTI dan SCTV, ditemukan bahwa pemahaman berita yang mencerminkan realitas serta prinsip jurnalisme berimbang dan obyektif dianggap sebagai paradigma tepat dalam menyikapi realitas di wilayah konflik.
Pandangan konstruksionis yang banyak diadopsi oleh pendekatan jurnalisme perdamaian (intervensi dan subyektif terhadap realitas di wilayah konflik demi penyelesaian konflik melalui pemberitaan media) dipandang sebagai bentuk jurnalisme sepihak dan tidak obyektif.
Pada kenyataannya, bagian pemberitaan RCTI dan SCTV pada proses produksi berita seputar konflik tanpa disadari melakukan konstruksi atas realitas seperti memilih angle, nara sumber, penokohan dan penekanan isu tertentu.
Akibat digunakannya pendekatan jurnalisme obyektif (objektifitas semu)- tidak melakukan intervensi subyektif pada proses produksi berita seputar konflik, maka media seringkali dituding mengeksploitasi konflik demi kepentingan bisnis. Dan lebih jauh lagi media dinilai tidak berperan dalam penyelesaian suatu konflik.
Diperlukan kebijakan manajemen RCTI dan SCTV untuk menempatkan program berita sebagai fungsi sosial televisi terhadap pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satunya dengan melakukan intervensi subyektif terhadap suatu berita konflik dengan motif penyelesian masalah.
Program berita televisi sebagai social cost diharapkan dapat menciptakan model pemberitaan yang tidak berorientasi pada selera pasar atau rating, melainkan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian tudingan bahwa televisi hanya mengutamakan kepentingan komersial dapat diimbangi dengan fungsi pemberitaan yang konstruktif.