UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (prt) perempuan dan pola penanganannya (studi kasus terhadap pekerja rumah tangga (prt) perempuan korban tindak kekerasan domestik yang ditangani oleh rumpun tjoet njak dien yogyakarta).

Istiana Hermawati; Indra Lestari Fawzi, supervisor (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003)

 Abstrak

Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum PRT perempuan korban kekerasan dan peran sebuah LSM (Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta) dalam menangani kasus kekerasan terhadap PRT serta mengidentifikasi faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi oleh lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. Fenomena ini diambil karena kekerasan dan ketakberdayaan PRT perempuan kini semakin mengemuka, dan menurut data yang ada setiap tahun kasus kekerasan terhadap PRT ini mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas, sementara upaya-upaya dari pihak terkait untuk mengatasi masalah tersebut juga sangat terbatas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berperspektif perempuan, metode lebih ditekankan pada verstehen, yaitu memberi penekanan interpretatif terhadap pemahaman informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan `snowball sampling' yang meliputi pimpinan RTND, petugas penanganan kasus, pendamping lapangan dan PRT korban kekerasan.
Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini digunakan teknik `Indepth Interview', observasi partisipan dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat mengungkap realitas sosial dan berbagai jawaban informan. Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah teori kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung (1969) dan konsep intervensi sosial menurut Cox (2001) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, tennasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap PRT perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas informan penelitian berada pada rentang usia produktif (15-28 tahun), berpendidikan rendah (tamat SD), serta berasal dari daerah pedesaan / daerah pertanian tandus, dan mayoritas orang tua informan bekerja sebagai petani. Kondisi sosial ekonomi yang tidak kondusif, didukung dengan keterbatasan pendidikan dan sempitnya peluang kerja di desa, mendorong inforrnan untuk bekerja sebagai PRT di kota. Beberapa keterbatasan yang melekat pada informan inilah yang menyebabkan bargaining position PRT terhadap pengguna jasa rendah (bahkan nyaris tidak ada).
Alasan informan jadi PRT adalah karena faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan, tidak ingin menganggur, diajak saudara dan tidak kerasan di rumah. Mayoritas informan relatif terampil di dalam melaksanakan pekerjaannya karena memiliki pengalaman kerja sebagai PRT antara 1-8 tahun. Kendatipun demikian, pengalaman kerja tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap upah kerja yang diterimarrya, karena memang tidak ada standar upah bagi PRT sebagaimana pekerja di sektor lainnya. Jadi besarnya upah sangat dipengaruhi oleh faktor subyektifitas majikan. Secara umum, upah kerja yang diterima PRT jauh di bawah UMR, ini mengindikasikan rendahnya tingkat kesejahteraan informan pada umumnya.
Dari segi konteks, sebelum kekerasan terjadi bargaining position PRT memang rendah; tidak ada perlindungan hukum dan sosial yang pasti dari pemerintah, dan dalam melakukan pekerjaan tidak ada kesepakatan kerja tertulis antara pengguna jasa dengan PRT yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan PRT rentan terhadap kekerasan. Demikian halnya dengan pola hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa yang timpang dan cenderung dominatif-eksploitatif juga menyebabkan PRT rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh informan adalah kekerasan ganda dan pada umumnya informan tidak pernah menyangka sebelumnya kalau pengguna jasa akan tega melakukan kekerasan terhadapnya. Dampak kekerasan yang dialami oleh informan adalah menimbulkan trauma fisik dan psikologis yang berlangsung lama (jangka panjang), menimbulkan kerugian moril dan materiil, bahkan ada korban yang mengalami depresi berat sehingga membutuhkan pendampingan psikiater dan sampai sekarang kondisi jiwanya labil.
Dari perspektif Galtung, kekerasan yang dialami oleh informan penelitian merupakan kekerasan personal dan struktural, baik langsung maupun tidak langsung, tampak maupun tersembunyi, disengaja maupun tidak, yang menyebabkan PRT tidak bisa mengaktualisasikan potensinya (kehilangan kemandirian, otonomi dan kekuasaan atas dirinya) karena realisasi jasmani dan rohaninya dipengaruhi sedemikian rupa oleh person dan struktur yang ada di masyarakat / negara. PRT pada umumnya mengalami kekerasan ganda yang melibatkan pengguna jasa, keluarga pengguna jasa, masyarakat dan negara sebagai pelaku kekerasan. Penelitian ini juga menemukan, bahwa RTND dalam melaksanakan penanganan kasus terhadap informan (dengan kasus dan cara masuk yang berbeda) menggunakan pola yang relatif umum, meskipun dalam penerapannya sangat kasuistik. Pola penanganan kasus kekerasan yang dilaksanakan RTND tersebut memiliki tahapan-tahapan dan relevan dengan tahapan-tahapan intervensi sosial yang dirumuskan oleh Cox (2001).
Kendala yang dihadapi lembaga dalam penanganan kasus kekerasan terkait dengan keterbatasan dana dan tidak dimilikinya tenaga pengacara untuk menangani kasus litigasi; tiadanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur hak-hak PRT; sikap pengguna jasa yang pada umumnya arogan terhadap program pengorganisasian PRT yang diselenggarakan RTND; dan sikap PRT sendiri yang cenderung nrimo, mengalah, pasrah, dan ketidaktahuan dalam mencari akses bantuan.
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka direkomendasikan kepada RTND untuk : menggali dana dari funding lain (fund rissing); membentuk network yang solid dengan stakeholder dan pihak terkait di tingkat lokal, nasional maupun internasional sehingga basis sosial RIND kuat dan isue PRT diangkat sebagai isue politis; perlu dikembangkan pendekatan komunitas dalam penanganan kasus kekerasan; menjadi support system bagi lahirnya Serikat PRT yang dapat menjadi pressure group bagi pembuat kebijakan untuk mewujudkan suatu instrumen perundang-undangan yang melindungi hak-hak PRT sehingga bargaining position PRT menjadi kuat. Kepada pemerintah direkomendasikan untuk : segera memfasilitasi perangkat perundang-undangan tentang PRT dan diikuti Iangkah sosialisasi perangkat tersebut kepada publik; perlu dilaksanakan riset untuk mengidentifikasikan permasalahan/kebutuhan PRT sehingga dalam perumusan kebijakan dan program pemberdayaan PRT relatif sesuai dengan kebutuhan penerima Iayanan; perlu dijalin kerjasama lintas sektoral sehingga penanganan kasus kekerasan terhadap PRT tersebut lebih komprehensip; perlu memfasilitasi keberadaan crisis centre-crisis centre di tiap wilayah, agar korban kekerasan dapat dengan mudah mengakses bantuan layanan dan masyarakat juga dapat dengan segera melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di wilayahnya.

 File Digital: 1

Shelf
 T 11798-Kekerasan terhadap.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T11998
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T11998 15-19-808073822 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 74955
Cover