Akuntabilitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir selalu menjadi sorotan publik setiap tahunnya, sehubungan dengan semakin meningkatnya luas daerah yang terkena banjir, lama surutnya banjir, dan meningkatnya kerugian yang diakibatkan banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir dan menjelaskan kendala Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta, dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, observasi dan wawancara dengan informan yang mungkin di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mulai dari hierarki terendah sampai dengan yang tertinggi.
Basis teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan publik. Salah satu pilihan kebijakan publik adalah kebijakan perkotaan yang terkait dengan kebijakan pelayanan lingkungan dalam hal proteksi publik dan lingkungan, seperti kebijakan pengendalian banjir. Upaya untuk pengendalian banjir telah banyak dilakukan, tetapi kejadian banjir tetap terulang dan cenderung semakin meningkat. Nampaknya masalah pengendalian banjir tidak cukup hanya diatasi dengan pendekatan teknologi, tetapi diperlukan juga pendekatan pendekatan kelembagaan.
Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang sangat terkait dengan organisasi publik di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, serta tanggungjawabnya atas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu mengukur kinerja organisasi publik sangat diperlukan, agar dapat diketahui sampai dimana tingkat kinerjanya. Dengan demikian, mengetahui informasi mengenai kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, menjadi hal yang sangat penting untuk dilihat tingkat akuntabilitasnya.
Dalam penelitian ini, akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir yang akan diukur, adalah : 1) akuntabilitas aturan main; 2) akuntabilitas struktur dan proses; 3) akuntabilitas prasarana dan sarana; dan 4) akuntabilitas anggaran. Berdasarkan hal tersebut, akan diklasifikasikan kinerja akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, apakah termasuk dalam klasifikasi : sangat baik; baik; cukup; atau kurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas melaksanakan aturan main cenderung kurang, karena 13 sungai yang melintasi dan dominan menyebabkan banjir di Jakarta, menurut Pemprov DKI Jakarta bukan merupakan tanggungjawabnya, sehingga persepsi Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir, cenderung hanya sebatas membantu Pemerintah Pusat.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas stuktur dan proses cenderung baik, karena sudah memiliki : 1) aturan dan prosedur yang jelas dalam bentuk tertulis; 2) tingkatan yang diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan dalam pengendalian banjir; dan 3) bagian yang secara khusus diandalkan untuk melaksanakan pengendalian dan penanggulangan banjir.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas prasarana dan sarana pengendali banjir cenderung kurang, karena prasarana dan sarana dalarn pengendalian banjir yang ada, sudah tidak sesuai lagi dengan debit banjir rencana periode ulang 25 tahunan yang ditetapkan. Sementara, bencana banjir pada tahun 2002, termasuk dalam kategori kejadian banjir yang hanya dapat diantisipasi dengan debit banjir rencana untuk periode ulang 50 tahunan. Di samping itu, prasarana dan sarana penunjang untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya juga sudah banyak yang tua/lama.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas anggaran untuk melaksanakan program dan kegiatan pengendalian banjir cenderung kurang, karena alokasi anggaran yang disediakan setiap tahunnya belum mencerminkan outcome yang dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Sementara, kejadian banjir di masa mendatang diperkirakan akan cenderung terjadi dalam waktu yang lebih rapat dan lebih besar lagi.
Dengan demikian, rekomendasi dan saran yang dapat penulis sampaikan adalah kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir perlu dipertajam lagi, mengingat akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta cenderung baik hanya dari aspek memiliki struktur dan proses untuk melaksanakan kebijakan pengendalian banjir dan penanggulangannya. Sementara di dalam pelaksanaan aturan main, penyediaan prasarana dan sarana, serta besarnya alokasi anggaran untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya, cenderung kurang. Hal itu berarti Pemprov DKI Jakarta hares : 1) memperbaiki aturan main yang ada, khususnya di dalam menegaskan batas kewenangan wilayah 13 sungai yang melintasi Jakarta; 2) meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana pengendali banjir dan penanggulangannya, sehingga dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu, berbagai program dan kegiatan yang selama ini cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat teknis, maka harus dikombinasikan dengan pendekatan non-teknis di dalam pengendalian banjir dan penanggulangannya; 3) memiliki alokasi anggaran yang lebih mencerminkan outcome untuk mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya, sehingga menjadi lebih proporsional, dan sesuai dengan nilai aset yang akan dilindungi dari ancaman bahaya banjir.