Penelitian ini dimotivasi oleh kondisi Asrama Eks Bataliyon Zeni Konstruksi (disingkat Yon Zikon) 15 pada akhir dekade 90-an memperlihatkan adanya potensi konflik atau ketegangan sosial yang cukup tinggi. Ketegangan itu tidak hanya antar individu tetapi juga antar kelompok dalam komunitas Asrama. Sebelum tahun 1990 sudah terjadi berbagai ketegangan, pertengkaran dan bahkan kekerasan. Keadaan ini terjadi antar komunitas yang berada di luar Asrama, niisalnya dengan Asrama Markas Besar Angkatan Darat (MABAD), Asrama Alat Berat (ALBER) Angkatan Darat dan Kampung Srengseng Sawah. Pada pertengahan tahun 1990-an sampai saat ini relatif tidak ada lagi konflik antara warga asrama dengan warga di luar asrama. Di samping alasan tersebut, ada dua faktor yang mendorong penulis melakukan penelitian ini. Pertama, dinamika yang cukup tinggi antara warga sipil dan militer. Kedua, kurangnya kajian dan penelitian mengenai kehidupan militer dengan masyarakat sipil dalam suatu komunitas yang lebih kecil seperti Asrama Eks Yon Zikon 15.
Penelitian ini mencoba menganalisis kualitas potensi konflik yang ada di Asrama Eks Yon Zikon 15 pada kurun waktu 2000-2002 dan sampai pertengahan tahun 2003. Namun sebelumnya, menelusuri pola hubungan sosial dan proses yang melatari terjadinya berbagai bentuk konflik di komunitas ini.. Selanjutnya penelitian ini akan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan sosial atau potensi konflik yang ada di Asrama Teori yang digunakan dalam menganalisis pernasalahan tersebut adalah teori konflik yang bersumber dari kombinasi pemikiran Dahrendorf, Wirutomo, Sujatmiko, Fisher dan kawan-kawan, Harris dan Reilly. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah; observasi terlibat dan wawancara mendalam (indepth interview) yang sebelumnya mengedarkan daftar kuesioner. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 40 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pemahaman yang berbeda antara anggota Asrama yang sate dengan yang lain mengenai konsep konflik. Walaupun terdapat perbedaan mengenai konsep konflik tersebut, tetapi umumnya konflik difahami sebagai perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain atau kelompok lain, dengan secara langsung dan sadar saling menyakiti tubuh lawannya, dengan menggunakan suatu alat tertentu (seperti; batu, kayu, besi, pisau, senjata api dan sejenisnya). Walaupun masih ada kecenderungan menganggap tabu istilah atau konsep konflik, tetapi warga yang ada di Asrama Eks Yon Zikon 15 ini, relatif sudah terbiasa mengahadapi berbagai konflik pemahaman konflik di komunitas ini berbeda dengan pendapat dari Dahrendorf, Wirutomo, Sujatmiko, Fisher dan kawan kawan, Harris dan Reilly, Amstutz, dan Suyatna.
Temuan lain adalah semua bidang yang diteliti memperlihatkan. kecenderungan kualitas konflik lebih keras dalam bentuk ketegangan antar individu dan antar kelompok.. Bidang yang berpotensi lebih keras adalah konflik vertikal bidang budaya. Misalnya, kelompok pendatang yang memiliki tingkat sosial-ekonomi relatif lebih tinggi dengan warga Asrama. Bidang politik horizontal dan vertikal, memperlihatkan gejala lebih keras antar individu dan antar kelompok dibandingkan dengan bidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi yang horizontal lebih keras pada tingkat individu dibandingkan dengan bidang ekonomi vertical. Keadaan ini, banyak terjadi dalam bentuk ketegangan dan pertengkaran, namun belum sampai pada tingkat kekerasan terbuka. Keseluruhan temuan ini memperlihatkan adanya elaborasi/perluasan bentuk konflik dari yang dikemukakan oleh Dahrendorf, Fisher dick, Harris & Reilly.
Penelitian ini menemukan delapan faktor yang menyebakan peningkatan intensitas konflik di Asrama Eks Yon Zikon 15. Pertama, semakin banyaknya pendatang (khususnya pendatang yang memiliki tingkat sosial-ekonomi yang lebih tinggi dari warga Asrama. Kedua, adanya gejala segregasi tempat tinggal dan jarak sosial antar individu dan kelompok. Ketiga, masih adanya kecenderungan memelihara prasangka dan stereotip sosial yang negatif terhadap kelompok lain. Keempat, adanya gejala segregasi etnik pada organisasi formal yang ada di Asrama ini. Kelima, adanya kecenderungan penguasaan sumber-sumber daya politik dan ekonomi yang bersifat strategis di Asrama. Keenam, adanya gejala ketidakadilan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh wara kepada para pengurus dari berbagai organisasi sosial yang ada di Asrama. Ketujuh, berbagai program bantuan dan kebijakan dari pemerintah daerah, tidak jarang ikut menyuburkan konflik yang sudah ada. Delapan, ketidakjelasan ?status tempat domisili?. Secara umum faktor penyebab konflik tersebut sesuai dengan pendapat Sujatnuko, Dahrendorf, Wirutomo, Fisher dan kawan-kawan, Harris dan Reilly.
Untuk itu sudah saatnya para warga yang ada di Asrama Eks Yon Zikon 15 menyadari dan mewaspadai sedini mungkin munculnya konflik yang lebih keras dan konflik terbuka terutama antar kelompok, baik secara horizontal maupun vertikal. Mekanisme budaya yang ada di Asrama ini perlu dipelihara dan dilestarikan dalam mengantisipasi munculnya kondisi tersebut, melalui hajatan sosial seperti tahlilan dan sejenisnya, korpean dan kepatuhan pada pemimpin informal. Kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya, sudah saatnya mempertimbangkan suatu kebijakan atau peraturan sebelum diberlakukan pada komunitas Asrama Eks Yon Zikon 15 ini.
Perlunya mengembangkan suatu studi yang lebih komprehensif mengenai komunitas Asrama Eks Militer yang ada lndonesia. Disamping itu, perlunya pengkajian dan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif mengenai hubungan "Sipil-Militer", pada tataran yang lebih luas dan lebih makro. Sehingga, akan diperoleh pemahaman yang lebih utuh dan komprehensif serta tidak berprasangka mengenai hubungan ?Sipil-Militer? di negeri ini.