ABSTRAKTingginya angka anemia di Propinsi Jawa Barat yang diatas rata-rata angka Nasional dan besarnya jumlah ibu yang melahirkan dengan kondisi anemia serta dampak yang ditimbulkannya, menyebabkan anemia masih merupakan masalah besar yang sedang dihadapi pemerintah.
Untuk mengetahui hubungan antara terjadinya anemia pada ibu hamil dengan frekuensi konsumsi makanan (perilaku konsumsi makanan), maka dilakukan analisis lanjut data sekunder Survei Cepat Anemi di Jawa Barat 1997, dengan memanfaatkan variabeI perilaku konsumsi makanan (kelornpok heme, nonheme, pendorong dan penghambat) dan menghubungkannya dengan kejadian anemia pada ibu hamil, serta faktor lain yang mempengaruhinya.
Jumlah sampel minimal untuk analisis lanjut dihitung dengan kekuatan uji 90%, pada tingkat kepercayaan 95%, disain effect 2 dan Po = 62.5 serta IPo - Pal = 3 %, sehingga didapatkan jumlah sampel minimal sebesar 5654 orang dan dalam analisis lanjut digunakan 6679 sampel yang memenuhi syarat dan sampel penelitian sebelumnya. alat bantu yang digunakan antara lain Epi Info (merge data) versi 5.0, SPSS versi 5.0 (manajemen data dan uji univariat) dan Stata versi 5.0 untuk analisis regresi logistik (uji bi dan multivariat).
Dari analisis lanjut terdapat kemungkinan hubungan yang bermakna antara kejadian anemia pada ibu hamil dengan a) frekuensi konsumsi sayuran hijau minimal 28 kali dalam sebulan, b) frekuensi konsumsi jeruk minimal 4 kali dalam sebulan, c) tingkat pendidikan ibu (rendah/SLTP kebawah, dan d) usia kehamilam trimester satu. Sementara itu tidak terdapat kemungkinan hubungan yang bermakna antara kejadian anemia pada ibu hamil dengan beberapa variabel lainnya.
Kemungkinan tidak bermaknanya beberapa variabel tersebut antara lain karena perilaku konsumsi bahan makanan ibu hamil (frekuensi bahan makanan) dalam sebulan yang masih rendah, bentuk pola menu yang dikonsumsi oleh ibu hamil yang kebanyakan berpola nabati (nonheme) yang banyak mengandung protein, serat, polyphenol dan pytat serta tanin, yang akan dapat membentuk senyawa yang lebih komplek dengan zat besi, sehingga zat besi menjadi sukar untuk diserap didalam tubuh, kemungkinan rendahnya cadangan zat besi yang ada dalam tubuh, ditunjang pula dengan rendahnya konsumsi bahan makanan pendorong, serta tingginya konsumsi faktor penghambat dan rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan ibu tentang bahan makanan, pengetahuan ibu tentang tablet tambah darah serta pemeriksaan ANC yang masih rendah, yang menyebabkan seolah-olah frekuensi konsumsi bahan makanan bukan merupakan faktor penyebab terjadinya anemia pada ibu hamil, disamping tidak diketahuinya dengan pasti besar porsi (kuantitas) yang dikonsumsi setiap kali mengkonsumsi bahan makanan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak semua bahan makanan kelompok heme, nonheme, pendorong dan penghambat yang mempunyai kemungkinan hubungan dengan kejadian anemia, maupun dengan variabel - variabel lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemasaran sosial bahan makanan kelompok heme, nonheme, pendorong dan penghambat dan faktor faktor lain melalui program JPS yang sedang diluncurkan pemerintah saat ini. Ini dimaksudkan untuk mengatasi peningkatan kejadian anemia khususnya dan kesehatan ibu hamil pada umumnya. Pemasaran sosial dengan menggunakan media komunikasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi ibu hamil serta tingkat materi yang mudah untuk dipahami, diharapkan akan dapat memberi dampak yang lebih baik terhadap penurunana kejadian anemia pada ibu hamil.
Dafar Bacaan ; 128 (1979 - 1998)