Pada tahun 1996, masyarakat Australia dikejutkan dengan munculnya seorang politisi baru, Pauline Hanson, yang membangkitkan kembali perdebatan publik mengenai kebijakan multikulturalisme dan imigrasi dari Asia. Hal yang menjadi perhatian adalah sikap anti-Asia yang ditunjukan oleh Pauline Hanson ternyata mendapatkan dukungan masyarakat Australia dalam pemilihan umum Federal 1996 dan Pemilihan umum Queensland tahun 1997.
Fenomena Pauline Hanson tentunya tidak dapat muncul begitu saja, tetapi ada beberapa faktor yang mendorong kebangkitannya. Perkembangan domestik masyarakat Australia memegang peranan penting dalam membentuk dukungan dari masyarakat, sementara itu terdapat pula beberapa perkembangan politik internasional terutama di Asia yang turut mendorong munculnya fenomenon ini.
Pauline Hanson dapat diindentifikasi sebagai gerakan radikal kanan baru yang sebelumnya telah berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Gerakan ini dapat muncul dan berkembang di negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi, jumlah pengangguran meningkat sementara itu jumlah pengangguran semakin banyak. Para penganut gerakan ini menawarkan formula politik yang anti-imigran, anti-globalisasi dan kebijakan ekonomi yang nasionalistik.
Dalam menganalisa fenomenon ini digunakan teori-teori yang berkembang di Amerika Serikat dan Eropa dari Herbert Kitschelt, Leonard Winenberg, Joseph H. Caren. Sementara itu dalam mencari gambaran hubungan internasional dari fenomenon yang dibahas, dipergunakan teori citra (image) yang dikemukakan oleh Kenneth E. Boulding dan R. Holsti.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan.
Fenomenon Pauline Hanson menunjukkan dua hal : pertama, krisis identitas yang belum teratas; kedua, krisis ekonomi yang belum selesai. Hal ini diakibatkan oleh kebijakan multikulturalisme dan imigrasi yang meningkatkan jumlah penduduk imigran dari Asia. Sementara itu, dalam jangka dua dekade terakhir, kebijakan ekonominya belum dapat mengatasi masalah ekonomi nasional sehingga angka pengangguran terus meningkat dan kesejahteraan hidup. Akibatnya timbul sentimen negatif terhadap imigran Asia, penegasan kembali superioritas budaya Inggris dan penolakan atas globalisasi dunia.