Salah satu usaha untuk meningkatkan pelaksanaan pengawasan adalah dengan melakukan pemeriksaan komprehensif sebagaimana yang telah diterapkan oleh pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku koordinator Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah mulai tahun anggaran 1995/1996. Dan hal ini oleh Pimpinan Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman telah mulai diterapkan secara bertahap pada tahun Anggaran 1997/1998 di lingkungan jajaran Departemen Kehakiman yang pada akhirnya berlaku penuh pada tahun 2000 sejak diberlakukannya jabatan fungsional.
Sebelum diterapkannya konsep pemeriksaan komprehensif pemeriksaan dilakukan dengan konsep pemeriksaan parsial yakni hanya menyangkut aspek sesuai perbidang. Dengan perubahan konsep pemeriksaan parsial menjadi konsep pemeriksaan komprehensif dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang cukup panjang bagi Auditor untuk dapat memahami berbagai bidang substansi yang ada. Untuk itu kesiapan Auditor dituntut untuk meningkatkan kemampuan operasionalnya dalam melaksanakan tugas pengawasan, karena mau tidak mau harus memahami seluruh aspek administratif maupun teknis substansi dimana sebelumnya hanya memahami salah satu bidang aspek saja.
Penelitian deskriptif ini dirancang dengan bertujuan untuk memperoleh gambaran dan menjelaskan masalah pokok yang akan diteliti yaitu sejauh mana kesesuaian kompetensi Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman dan HAM RI dalam melaksanakan pemeriksaan komprehensif.
Kesiapan Auditor dikembangkan dalam kerangka konsepsi pemeriksaan komprehensif sebagai audit kinerja (Performance Auditing). Menurut Herbert dalam Klarifikasi Istilah Teknis Auditing (Puslitbang Siswas BPKP 2001:27), Audit Kinerja adalah gabungan dari Audit Manajemen dengan Audit atas Program. Tujuan Audit Manajemen adalah untuk mengevaluasi apakah penggunaan sumber daya dalam operasi telah dilakukan sesuai dengan aturan dan dikelola secara efisien dan ekonomis. Sedangkan Audit atas Program mengkonsentrasikan pada hasil akhir dari suatu perusahaan/organisasi. Hasil akhir tersebut berhubungan dengan tujuan atau hasil yang akan dicapai. Tujuan Audit atas Program adalah untuk menilai efektivitas dari pencapaian program sesuai dengan standar yang diterapkan. Sementara di dalam PF.401 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Komprehensif (BPKP 1995:28) dijelaskan bahwa pemeriksaan komprehensif ditujukan untuk menilai kinerja instansi pemerintah dengan cara melakukan audit terpadu dan menyeluruh pada semua aspek meliputi tugas pokok dan fungsi, termasuk aspek pendukung yaitu aspek keuangan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan metode kerja. Karena secara esensial pemeriksaan komprehensif ditujukan untuk menilai kinerja suatu instansi, untuk itu kemampuan Auditor dituntut untuk dapat mengidentifikasi dan memilah serta menilai standar/indikator kinerja Auditan (obyek pemeriksaan).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan mendiskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti adanya. Untuk dapat menghasilkan informasi data yang refresentatif, obyek yang dipilih adalah seluruh pejabat fungsional dan HAM RI (Auditor) Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman RI sebanyak 57 orang (sampel jenuh / sensus). Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif berdasarkan hasil data kualitatif yang diangkakan (dikuantitatifkan) dari jawaban responden dan mengolahnya dengan skala Likert kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden dengan skor 42% sampai dengan 45% menyatakan belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk melakukan identifikasi, memilah, dan menilai kinerja. Selain itu responden dengan skor 31 % sampai dengan 38% ,menyatakan bahwa ukuran kinerja atau indikator kinerja Auditan tidak tersedia dan kebanyakan bersifat teknis.
Dapat disimpulkan bahwa Konsep Pemeriksaan Komprehensif sementara ini kurang efektif untuk diterapkan mengingat kesiapan ataupun kompetensi Auditor untuk memenuhi maksud atau hakekat dari konsep pemeriksaan komprehensif tersebut belum sepenuhnya dapat diharapkan. Untuk itu pemeriksaan per bidang (parsial) dapat dijadikan suatu solusi sebagai sarana profesionalisme Auditor yang kompeten.