Penerimaan pajak memegang peranan yang besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri mengalami kenaikan secara terus menerus, bahkan tahun 1999/2000 mencapai 77,61%. Penerimaan tersebut berasal dari berbagai jenis pajak, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Apabila dibandingkan dengan penerimaan dan Pajak Penghasilan (PPh), maka penerimaan dari PPN memang kalah besar, tetapi penerimaan dari PPN mengalami kenaikan terus-menerus bahkan disaat krisis. Sementara itu penerimaan dari PPh mengalami penurunan saat krisis melanda Indonesia.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis Pajak tidak langsung yang dalam pemungutannya melibatkan pihak ketiga sebagai pemungut. Bukti pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah Faktur Pajak. Oleh karena itu, Faktur Pajak merupakan bukti penting dalam mekanisme PPN. Namun, masih dijumpai adanya Faktur Pajak Fiktif dalam sistem perpajakan Indonesia. Tesis ini disusun dengan tujuan untuk menganalisis perlakuan perpajakan terhadap Faktur pajak Fiktif. Untuk mencapai tujuan tersebut metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan studi kasus pada PT"X".
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran modus operandi Faktur Pajak Fiktif yang diduga melibatkan PT "X". Dalam Undang-Undang perpajakan terdapat tanggung jawab renteng artinya pengguna Faktur Pajak ikut bertanggung jawab terhadap keabsahan Faktur Pajak yang diterbitkan penerbit. Hal tersebut menyebabkan baik penerbit maupun pengguna dapat dianggap melakukan tidak pidana perpajakan dan menanggung semua risikonya, jika Faktur Pajak yang ada ternyata bermasalah atau fiktif Hal itulah yang dianggap tidak adil karena ada kemungkinan pengguna merupakan korban dari sindikat Faktur Pajak Fiktif, sehingga yang bersangkutan mengalami dua kali kerugian.
Saran yang diberikan adalah menjalin kerjasama yang baik antara KPP pengguna dan KPP penerbit. Selain itu hares dimungkinkan dalam Undang-undang untuk mengarahkan pengamatan, pemeriksaan, dan penyidikan lebih kepada penerbit dan mengetatkan seleksi permohonan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sehingga semua kecurangan dapat dideteksi lebih cepat.