Dilatarbelakangi oleh tuntutan era globalisasi dan adanya pendapat yang menyatakan bahwa pelajar Indonesia di luar negeri memiliki hambatan untuk melakukan kontak dan bercakap-cakap dengan orang-orang di negara tuan rumah, maka penelitian ini mengkaji kompetensi (kemampuan) komunikasi antarbudaya orang Indonesia yang menetap sementara pada lingkungan pendidikan di Australia. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan konstruktivism. Metode yang digunakan adalah observational dengan berpartisipasi secara aktif di dalam kehidupan sehari-hari subyek penelitian dan situasi studi.
Konsep kompetensi komunikasi digunakan sebagai alat untuk mengukur kualitas komunikasi seseorang atau sekelompok orang. "Keberhasilan" (effectiveness) dan kelayakan (appropriateness) adalah dimensi yang digunakan untuk menilai kompetensi komunikasi. Jadi, kompetensi komunikasi antarbudaya melihat keberhasilan dan kelayakan komunikasi dan interaksi antara orangorang dari budaya yang berbeda. Keberadaan seseorang pada budaya yang berbeda menuntut dirinya untuk beradaptasi, dan yang mendasari proses adaptasi yang dialaminya adalah proses komunikasi. Melalui komunikasi yang berhasil dan layak, seseorang dapat meningkatkan kontrol terhadap perilakunya dan lingkungannya. Tiga buah dimensi, yaitu the affective process, the cognitive process dan the behavioral process, digunakan untuk "mengukur" kompetensi komunikasi antarbudaya sekaligus digunakan untuk menganalisisnya.
Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan kompetensi pada konteks sosial formal dan konteks sosial informal. Pada konteks sosial formal para peserta training yang semuanya wanita ternyata cukup kompeten dalam berkomunikasi antar budaya dengan orang-orang Australia. Mereka dapat memenuhi dimensi affective, cognitive dan behavioral. Tapi pada konteks sosial informal, mereka tidak cukup kompeten. Perbedaannya adalah pada atribut message skill, interaction management dan cultural awareness, dimana pada konteks formal atribut-atribut tersebut ditemukan, sedangkan pada konteks informal atribut tersebut tidak ditemukan . Perbedaan yang lain adalah pada konteks formal, atribut appropriate self disclosure tidak ditemukan tapi pada konteks informal justru atribut tersebut dapat ditemukan. Di kedua konteks sosial, atribut-atribut self concept / self esteem, open-mindedness, non-judgmental attitudes, social relaxation, behavioral flexibility dan social skill I emphatic dapat ditemukan.
Perbedaan kompetensi komunikasi antarbudaya apakah subyek penelitian bersama-sama dengan teman sekelompoknya atau seorang diri ketika sedang berkomunikasi dengan orang Australia hanya ditemukan secara terbatas pada anggota kelompok yang kemampuan Bahasa inggrisnya lebih rendah dibandingkan anggota kelompok yang lain. Bagi mereka bantuan anggotaanggota lain dalam kelompok sangat diandalkan untuk berkomunikasi dengan orang Australia.