ABSTRAKTesis ini bertajuan untuk meneliti perbedaan kinerja keuangan, yang diukur dengan rasio-rasio berdasarkan laporan basis akrual (neraca, laba-rugi) dan laporan arus kas, serta mengetahui hubungannya terhadap imbal hasil saham, baik sebelum maupun pada periode krisis ekonomi. Untuk maksud ini, telah diteliti perusahaan-perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BED, mencakup dua tanggal laporan keuangan sebelum krisis (30 Juni 1996 dan 30 Juni 1997) serta dua tanggal laporan keuangan pada masa krisis (30 September 1997 dan 30 September 1998).
Uji beda rata- rata (58 sampel) menunjukkan bahwa tiga rasio akrual berbeda secara signifikan antara periode sebelum dan periode krisis yakni total asset turnover, profit margin, dan return on investment. Sedangkan dua rasio lainnya yaitu debt equity ratio dan cash return on equity, sekalipun berbeda secara signifikan, namun tidak dapat disimpulkan maknanya mengingat pengaruh ekuitas negatif pada kedua rasio ini.
Adapun uji regresi dan korelasi (47 sampel) mengungkapkan bahwa baik sebelum maupun pada masa krisis, hanya return on investment yang berkaitan secara signifikan terhadap imbal hasil. Berhubungan secara negatif sebelum krisis, dan berasosiasi secara positif pada masa krisis.
Riset ini belum mampu menjawab apakah asosiasi rasio-rasio akrual terhadap imbal hasil lebih kuat (atau lebih lemah) dibandingkan asosiasi rasiorasio arus kas terhadap imbal hasil. Penelitian ini hanya mengungkapkan kecenderungan para investor di BEJ untuk lebih meyakini informasi profitabilitas dari laporan basis akrual daripada laporan arus kas.
Kepada para peneliti lain yang tertarik melanjutkan penelitian serupa di masa mendatang, disarankan agar memperhatikan beberapa keterbatasan metodologi penelitian ini yaitu: Perform, model penelitian tidak dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan prediksi diantara rasio-rasio keuangan (akrual maupun arus kas) terhadap imbal hasil saham. Model yang mampu menunjukkan daya prediksi sebenarnya lebih bermanfaat bagi kalangan investor dalam menetapkan keputusan investasinya. Akan tetapi, untuk membuat model prediktif, diperlukan regresi berdasarkan time serries, yang membutuhkan waktu pengamatan lebih panjang. Kedua, metode stepwise yang digunakan untuk memilih variabel bebas yang signifikan, sesungguhnya tidak memperhatikan sama sekali makna teoritis dari setiap rasio keuangan (variabel bebas) yang tidak terpilih masuk kedalam persamaan regresi. Sebagai contoh, quick ratio yang dalam penelitian ini dinyatakan tidak signifikan terhadap imbal hasil di masa krisis (resesi), diabaikan begitu saja tanpa diteliti lebih mendalam. Padahal, hubungan positif quick ratio terhadap imbal hasil pada masa resesi, telah berhasil dibuktikan oleh Kane (1997).