ABSTRAKKebebasan menikah dan memilih jodoh bagi laki-laki dan perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin pemenuhannya. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Perempuan telah menegaskan bahwa tidak boleh terjadi suatu perkawinan berlangsung tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Laki-laki dan perempuan yang akan menikah berhak untuk menentukan pilihannya, untuk menikah maupun tidak menikah, serta untuk diperlakukan secara sama dalam kehidupan rumah tangga.
Dalam implementasinya, jaminan hukum akan kebebasan menikah dan memilih jodoh nyaris menjadi utopia bagi golongan masyarakat tertentu. Dalam penelitian ini diketengahkan betapa perempuan keturunan Arab di Jakarta masih sering mengalami pembatasan-pembatasan untuk menikah dan memilih jodoh, hal mana tidak terjadi pada kaum laki-lakinya.
Pembatasan untuk menikah dan memilih jodoh bagi perempuan keturunan Arab pada kenyataannya masih hidup sebagai suatu tradisi dalam kehidupan masyarakat Arab di Jakarta. Diduga tradisi ini merupakan warisan dari kultur masyarakat Arab di jazirah Arab sejak zaman sebelum Islam. Hal ini cukup ironis, sebab warga masyarakat Arab Indonesia secara geografis terpisah ratusan ribu kilometer jauhnya dengan masyarakat Arab di jazirah Arab.
Guna mengidentifikasi sebab musabab bertahannya tradisi ini dan mengetahui persepsi dan pengalaman perempuan Arab terhadap ketentuan yang sudah out of date ini, maka penelitian ini dilakukan.