ABSTRAKPertumbuhan dan dinamika sejarah para mahasiswa pengkaji Islam ini terus berkembang dan terus mengalami perubahan dari masa ke masa. Dinamika pertumbuhan telah dimulai sejak berdirinya beberapa perguruan tinggi awal pada zaman belanda, seperti Sekolah Dokter Hewan (1907), Sekolah Tinggi Hukum (1908), NIAS (1913), Sekolah Tinggi Teknik (1920) dan lainnya. Berdirinya Jong Islamiten Bond (1 Januari 1925) tidak bisa dilepaskan dari kiprah perjuangan kelompok mahasiswa Islam. JIB sebagai organisasi Islam yang pertama memiliki kegiatan antara lain, membentuk debating club, kursus agama, kepanduan dan menerbitkan majalah "Het licht" atau An-Nur. (Deliar Noer, 1978).
Pada tahun 1935, Roem, Wibisono dan kawan.-kawan mendirikan kelompok studi khusus mahasiswa, yang diberi nama "Studenten Islamic Studie Club " (SIS). Kegiatannya lebih berorientasi pada studi-studi keilmuan, kajian Islam dan penerbitan majalah tantang intelektualisme Islam yang diberi nama "Muslim Reviel". Pembina organisasi ini adalah H. Agus Salim, seorang tokoh angkatan '08. Salim selain menguasai berbagai bahasa seperti Arab, Inggris, Perancis, Belanda dan lain-lain, juga menjadi tempat bertanya dibidang ilmu dan agama. Salimlah yang membidani lahirnya cendikiawan muslim yang datang belakangan seperti Mohammad Roem, Nurcholis Madjid, Ridwan Saidi dan Dawam Rahardjo menggelari Salim sebagai "Bapak spiritual cendikiawan muslirn di Indonesia".
(Ridwan Saidi, 1984, Dawam Rahardjo dalam Prisma No 8 Thn. XIV 1985 dart Nurcholis Madjid dalam Tempo 26 Juli 1986)
Pada zaman Pejajahan Jepang dan perang kemerdekaan para mahasisiwa pengkaji Islam ini mengalami stagnasi perkembangan , karena semua perguruan tinggi ditutup. Baru menjelang kemerdekaan sebagian perguruan tinggi itu dibuka kembali, dan itupun mahasiswa banyak dikerahkan mengikuti latihan militer. Setelah kemerdekaan barulah tumbuh kembali para mahasiswa pengkaji Islam di berbagai perguruan tinggi, namun dengan hingar bingarnya politik dan organisasi kemasyarakatan, khususnya pada masa orde lama para mahasiswa Islam lebih banyak tertarik menjadi aktifis organisasi daripada menekuni belajar dan mengkaji Islam.
Setelah adanya penataan organisasi kampus dan dibatasinya kegiatan organisasi dan politik di kampus, tidaklah serta-merta menyurutkan pra mahasiswa pengkaji Islam diberbagai perguruan tinggi. Bahkan terjadi banyak peningkatan baik dari segi kwantitatif para pengkaji maupun kwalitatif pemikiran dan hasil kajiannya. Di Universitas Indonesia ini misalnya selain secara formal ada unit khusus kerohanian Islam, ada Pusat Pembinaan Ke taqwaan, Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam, juga seluruh fakultas di lingkungar UI memiliki kelompok dan forum pengkajian Islam,seperti FORMASI di FS-UI, PEDATI di FISIP-UI, ISTI di FE-UI dan masih banyak lagi yang lainnya.