ABSTRAKPrasi merupakan suatu genre sastra dan seni yang dilahirkan dalam tradisi sastra masyarakat Bali. Gambar wayang klasik dalam lontar prasi itu dihasilkan dari teknik seni `menggores' sehingga disebut "scratched illustration". Dilihat dari korpus naratifnya terutama dari segi manner of representation-nya, maka prasi termasuk genre epik (itihasa). Karya-karya prasi Bali umumnya dipandang memiliki nilai estetik yang tinggi. Di samping itu, juga mengandung unsur-unsur komik, sehingga sering disebut "komik tradisional".
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan mengungkapkan nilai estetik dan unsur komik naskah prasi Bhomakawya. Naskah ini memperliatkan kekhasan tersendiri dibanding dengan karya-karya prasi Bali umumnya, baik dari segi ungkapan intra-teks (bentuk ungkapan visual dan verbal) ataupun ekstra-teks (kultural). Masalah utama yang dikaji, yakni: (1) kaidah estetik apa yang mendasari dan bagaimana bentuk ungkapan estetik prasi Bomakawya, dan (2) bagaimana bentuk ungkapan kekomikan prasi dan apa fungsinya dalam struktur naratifnya.
Untuk menjawab masalah tersebut, maka dalam penelitian diterapkan teori rasa sebagai alat untuk menelaah unsur naratif sekaligus kaidah estetik yang "mengakari" dan teori bentuk estetik (aesthetic form) untuk melihat bentuk ungkapan estetiknya. Dalam kaitan itu, juga didukung dengan penerapan metode kualitatif untuk pengumpulan data. Berdasar metode kerjaa dan pengetrapan teori tersebut, maka dapat ditarik beberapa simpulan: pertama, secara sosiotekstologis, penciptaan prasi Bhamakawya menunjukkan kaitan erat baik dengan sastra kakawin Bhomakawya/Bhomintaka maupun pertunjukan wayang kulit. Dari struktur cerita terbukti muncul tokoh-tokoh punakawan di dalamnya; tokoh yang tidak dikenal dalam kakawin Bhomakawya.
Kedua, sebagai suatu genre, prasi Bhomakawya terikat oleh beberapa konvensi, yakni konvensi sastra, bahasa, dan budaya. Pada dasarnya struktur prasi Bhomakawya terikat oleh struktur naratif epik, yang "diakari" oleh kaidah estetik sastra kakawin (Jawa Kuno) dan estetik karya (India). Berdasarkan analisis teori rasa, maka bentuk ungkapan estetik yang menyolok dalam prasi Bhomakawya ini antara lain: (1) mantra (perundingan), (2) prayana (keberangkatan ke medan perang), (3) uji (pertempuran di medan perang), (4) udyanakrida (percengkramaan di taman), dan (5) nayaka (pujian bagi sang pahlawan).
Ketiga, ungkapan unsur kekomikan (hasya rasa) dalam prasi Bhomakawya ini merupakan bagian yang integral dari kaidah estetikanya. Kekomikan (hasya rasa) yang terjalin dalam kesatuan lingual dan tematik ini dinyatakan dalam bentuk visual dan verbal, dapat dikenali melalui ungkapan: (I) svagata/atmastha (laughing with), dan paragata/parastha (laughing at). Fungsi estetik ungkapan kekomikan (hasya rasa) itu, yakni: (1) sebagai media hiburan (pemenuhan hasrat keindahan), dan yang lebih penting (2) sebagai alat edukasi seni/sastra melalui suatu tindak apresiasi dan kreasi teks yang lebih menarik dan relevan.