Latar Belakang MasalahKrisis sosial politik yang terjadi sejak tahun 1997 telah berdampak di segala sektor kehidupan. Krisis ini kemudian diikuti dengan gejolak moneter yang berkepanjangan sehingga memporak- porandakan sendi-sendi kehidupan yang dibangun selama masa Orde Baru. Pengaruh krisis yang melanda Indonesia saat ini sangat berpengaruh dalam menentukan RAPBN tahun 1999/2000. Presiden B.J. Habibie dalam pidatonya di depan Sidang Paripurna DPR tanggal 5 Januari 1999, menyebutkan bahwa RAPBN tahun 1999/2000 lebih kecil daripada RAPBN tahun 1998/1999, yaitu sebesar Rp 218,2 Trilyun, atau merosot sebesar 17,31 persen dari volume APBN tahun 1998/1999 yang sekarang sedang berjalan yakni Rp 263,9 Trilyun.
Penurunan RAPBN ini diakui Pemerintah sebagai pencerminan dari situasi dan kondisi ekonomi yang sedang prihatin untuk periode tahun 1999/2000. Perhitungan tersebut bisa terjadi karena adanya penurunan penerimaan Pemerintah RI dalam Rupiah dari bantuan luar negeri. Selain itu,juga berkenaan dengan penurunan penerimaan negara dari ekspor minyak mentah sebesar 62,2 persen, hanya 11 Dollar AS per barrel. Di samping itu juga adanya adanya pengeluaran atas subsidi BBM, dan pembayaran cicilan serta bunga utang luar negeri. Penurunan penerimaan dalam negeri bukan Migas terjadi pada penerimaan bea masuk sebesar 46,3 pesen, penerimaan PBB dan BPHTB sebesar 4,8 persen, dan penerimaan negara bukan pajak sebesar 3,2 persen. Demikian juga penerimaan negara dari bantuan luar negeri juga mengalami penurunan yaitu untuk pinjaman program sebesar 36 persen, dan untuk pinjaman proyek sebesar 26 persen.
Namun Pemerintah masih berharapkan bantuan luar negeri ini dapat dicapai sebesar 10,3 Milyar Dollar, hampir sama dengan target bantuan yang dicapai pada bantuan luar negeri tahun lalu. Peningkatan penerimaan negara terjadi di bidang Perpajakan yaitu Pajak Penghasilan sebesar 57,2 persen, PPn dan PPnBM sebesar 19,9 persen, Cukai sebesar 20,7 persen, Pajak Ekspor sebesar. 175,2 persen, dan pajak lainnya sebesar 4,5 persen.2
Usaha untuk meningkatkan Pajak Ekspor ini tidaklah mudah, karena dalam situasi gejolak moneter yang belum rnenentu seperti sekarang ini cenderung akan mendorong kenaikanbahan bakur apalagi bahan baku tersebut masih harus diimpor.