ABSTRAKHarta bersama merupakan salah satu bentuk sumber kekayaan yang diusahakan suami isteri dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat (BW) mempunyai perbedaan dalam mengatur sumber pembiayaan bagi penyelenggaraan kehidupan keluarga. Perbedaan ini menyangkut tentang ada tidaknya harta bersama, proses pembentukan harta bersama, unsur-unsur yang membentuk harta bersama, pola pengelolaan harta bersama dan pembagian harta bersama karena perceraian.
Para ahli Hukum Islam berbeda pendapat dalam memandang hukum harta bersama ini. Kelompok pertama berpendapat bahwa pada asasnya dalam Hukum Islam tidak ada harta bersama. Seluruh biaya pemenuhan penyelenggaraan kehidupan rumah tangga menjadi kewajiban dan tanggung jawab suami. Walaupun isteri memiliki harta baik berasal dari warisan, hibah maupun hasil usahanya sendiri, ia tidak mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Penggunaan harta benda isteri oleh suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, hukumnya sebagai pinjaman/hutang yang harus dikembalikan.
Kelompok kedua, yang umumnya terdiri dari ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa suami dan isteri dapat membentuk harta bersama guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, apabila pasangan suami isteri tersebut sepakat untuk membentuknya. Kebolehan pembentukan harta bersama ini mereka kiaskan dengan diperkenankannya membentuk usaha dagang bersama (syarikat 'inan).
Menurut pendapat kedua ini, bila suami dan isteri sepakat, mereka dapat membentuk harta bersama. Kesepakatan tersebut tidak harus berupa perjanjian. Jika dalam kehidupan keseharian menun.jukkan adanya harta bersama, secara hukum dapat ditafsirkan sebagai adanya kesepak.atan suami isteri untuk membentuk harta bersama. Secara tersurat, Pasal 85 sampai dengan 97 Bab XIII Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang merupakan produk fikih Indonesia, mengatur kemungkinan bagi para pihak suami isteri untuk membentuk harta bersama dalam keluarga. Pasal 65 Kompilasi tersebut menyatakan pula bahwa adanya harta bersama dalam keluarga itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik pribadi masing-masing suami dan isteri.
Sedang menurut Hukum Adat, harta bersama dalam perkawinan adalah harta lepasan atau pecahan dari harta kerabat yang mengurung keluarga baru tersebut. Harta bersama ini berada di antara dua tarikan kutub, kutub kerabat dan kutub keluarga. Pada suatu ketika tarikan kutub keluarga lebih kuat, dan pada ketika yang lain tarikan kutub kerabat lebih kuat. Unsur-unsur harta dari harta bersama menurut Hukum Adat adalah semua harta yang dihasilkan oleh suami isteri selama perkawinan dan harta yang diberikan kepada keduanya ketika menikah.
Berkenaan dengan harta bersama, Hukum Perdata Barat (BW) menetapkan bahwa apabila tiada perjanjian khusus dalam perkawinanq maka semua harta yang dibawa oleh suami dan isteri, harta yang diperoleh selama perkawinan, semuanya menjadi harta bersama. Baik Hukum Adat maupun Hukum Perdata Barat (BW) menganut asas persatuan bulat.
Kompilasi Hukum Islam secara tegas menyatakan bahwa suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta pribadi isteri dan harta pribadi suami sendiri. isteri ikut bertanggungiawab meniaga harta bersama maupun harta pribadi suami yang ada padanya. Tanpa persetujuan pihak, lain, suami atau isteri tidak boleh menjual atau memindahtangankan harta bersama.
Bagaimana prosedur pembagian harta bersama j ika terjadi perceraian, dimana pembagian dilakukan dan berapa bagian masing-masing suami isteri. Kenyataan dalam masyarakat diperkirakan sangat bermacam ragam. Kemungkinan pembagian itu dilakukan dirumah, sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan, kemungkinan kesepakatan pembagian tercapai di Pengadilan, kemungkinan pembagian dilakukan di bawah wibawa keputusan pengadilan, atau kemungkinan harta tersebut tidak pernah dilakukan pembagian sehingga harta bersama tetap dikuasai oleh salah satu pihak. Kemungkinan pihak laki-laki yang menguasai harta bersama itu, kemungkinan pula pihak laki-1aki memperoleh bagian terbesar dari harta bersama itu atau mungkin pula sebaliknya. Besar kecilnya bagian masing-masing ini dipengaruhi oleh hukum yang dianut, kesadaran hukum dan lingkungan masyarakatnya.
Pengetahuan tentang proses pembentukan harta bersama, unsur-unsur harta, pengelolaan dan pembagian harta bersama akibat perceraian masih sangat kurang. Hal ini dapat dipenuhi melalui kegiatan penelitian yang secara makro akan memberikan gambaran tentang seberapa jauh perjuangan perbaikan nasib kaum wanita, khususnya wanita yang telah dicerai. Selain itu, informasi tersebut diharapkan juga akan bermanfaat sebagai penilaian dan evaluasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.