ABSTRAK Dalam kegiatan di pasar saham, seorang investor akan selalu berusaha mengumpulkan informasi mengenai kondisi perekonomian sebuah negara guna mengukur resiko yang akan diambilnya demi tercapainya sebuah investasi yang efisien. informasi mengenai kondisi perekonomian tersebut salah satunya dapat dilihat melalui policy instruments sebagai alat dari kebijaksanaan moneter pemerintah sebuah negara dalam rangka melakukan kebijaksanaan stabilisasi. Di Indonesia, informasi mengenai salah satu policy instruments (yaitu Operasi Pasar Terbuka) dapat dipantau melalui suku bunga Sertifikat Bank Indonesia.
Penelitian ini merupakan event study yang bertujuan untuk :
1. Mengetahui adanya hubungan negatif antara perubahan suku bunga SRI dengan Indeks Harga Saham Gabungan;
2. Mengetahui adanya hubungan negatif antara perubahan suku bunga SBI dengan Indeks Harga Saham Industri;
3. Mengetahui apakah faktor perbedaan karakteristik dari masing-masing industri merupakan faktor yang mempengaruhi sensitivitas return setiap industri terhadap perubahan suku bunga SBI.
Penelitian yang terlebih dahulu dilakukan di luar negeri tentang kebijaksanaan moneter dan pasar saham telah dilakukan diantaranya oleh Booth dan Booth (1997), Waud (1970), Jensen dan Johnson (1993) dan Thorbecke (1997). Kemudian Jensen, Johnson dan Bauman (1997) meneliti lebih lanjut mengenai hubungan return jangka pendek dan return jangka panjang dengan perubahan discount rate yang berbeda untuk setiap industri. Perbedaan pada reaksi jangka pendek menunjukkan harapan investor bahwa perubahan discount rate tersebut akan mempengaruhi berbagai industri dengan kadar yang berbeda. Sedangkan reaksi jangka panjang menunjukkan return yang diharapkan investor pada tiap industri akan berbeda sesuai dengan perubahan lingkungan moneter.
Periode observasi untuk Indeks Harga Saham Gabungan dimulai tahun 1993 hingga pertengahan tahun 1998, sedangkan untuk Indeks Harga Saham Industri dimulai tahun 1996 hingga pertengahan tahun 1998. Sampel diambil dari seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada saat periode penelitian, telah mengeluarkan laporan keuangan pada saat periode penelitian serta perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangannya per 31 Desember setiap tahunnya. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian digolongkan menjadi 9 industri sesuai yang ditentukan oleh Bursa Efek Jakarta.
Ada 3 model yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu model 1 (untuk mengetahui tentang reaksi indeks pasar saham gabungan di sekitar pengumuman perubahan suku bunga SBI), model 2 (untuk mengetahui tentang reaksi indeks harga saham tiap industri di sekitar pengumuman perubahan suku bunga SBI) dan model 3 (untuk mengetahui apakah faktor perbedaan karakteristik dari tiap industri merupakan faktor yang mempengaruhi sensitivittas return setiap industri terhadap perubahan suku bunga SBI).
Berdasarkan analisis hasil penelitian, didapatkan bahwa indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta menunjukkan reaksi yang negatif dan signifikan terhadap pengumuman perubahan suku bunga SBI, terutama pada pengumuman perubahan suku bunga SBI periode 28 hari. Selain itu, nilai R2 yang dimiliki SBI periode 28 hari ini relatif lebih tinggi daripada nilai R2 yang dimiliki SBI periode lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sinyal jangka pendek dari Bank Indonesia ditanggapi secara negatif dan signifikan oleh Bursa Efek Jakarta serta perubahan yang terjadi pada suku bunga SBI periode 28 hari paling dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada IHSG dibandingkan dengan SBI periode lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Booth dan Booth (1997), Waud (1970), Jensen dan Johnson (1993) dan Thorbecke (1997).
Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah bahwa B dari 9 lndeks Harga Saham Industri di Bursa Efek Jakarta menunjukkan reaksi yang negatif dan signifikan terhadap pengumuman perubahan suku bunga SBI, terutama pada SBI periode 28 hari. Industri yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga SBI adalah Aneka Industri serta Industri Properti, Real Estat dan Konstruksi Bangunan. Nilai R2 yang dimiliki SBI periode 28 hari ini juga relatif lebih tinggi daripada nilai R2 yang dimiliki SBI periode lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sinyal jangka pendek dari Bank Indonesia ditanggapi secara negatif dan signifikan oleh Bursa Efek Jakarta serta perubahan yang terjadi pada suku bunga SBI periode 28 hari paling dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada IHSI dibandingkan dengan suku bunga SBI periode lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Thorbecke (1997).
Kesimpulan terakhir adalah bahwa setiap industri ternyata memiliki perbedaan sensitivitas terhadap pengumuman perubahan suku bunga SBI. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka J3 yang dimiliki tiap industri yang berlainan satu sama lain, baik untuk regresi tahunan maupun regresi gabungan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jensen, Johnson dan Bauman (1997), khususnya mengenai reaksi jangka pendek.
Lebih lanjut, pada tahun 1996 hanya tampak perbedaan yang signifikan antara industri yang sensitif dan yang tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga SBI. Sedangkanr di tahun 1997 variabel-variabel yang diujikan tersebut tidak lagi sesuai dengan ekspektasi semula. Pada regresi gabungan, hanya variabel financial leverage yang menunjukkan nilai positif dan signifikan.
Adanya hasil signifikansi seperti ini diduga karena sensitivitas IHSI sebetulnya tidak terlalu dipengaruhi oleh variabel-variabel independen yang diujikan. Sejak tahun 1997 diduga masih banyak faktor lain yang lebih mempengaruhi sensitivitas IHSI yang tidak dilihat lebih lanjut dalam penelitian ini. Hal ini diperkuat dari hasil R2 gabungan, dimana kemampuan dari perubahan faktor-faktor yang ada secara bersama-sama untuk menjelaskan perubahan yang terjadi pada sensitivitas industri main menurun dari tahun ke tahun.