Banyak pihak beberapa saat ini beranggapan bahwa instansi yang paling bertanggung jawab terhadap kelancaran arus barang impor di pelabuhan adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (selanjutnya disingkat DJBC). Padahal, apabila ditilik lebih jauh, sangat banyak instansi yang terlibat dalam proses pengeluaran barang impor di pelabuhan. Dimulai dari perusahaan pengangkut, perusahaan asuransi, pelabuhan, pengusaha tempat penimbunan, pemilik peti kemas, Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Karantina, perusahaan pengurusan jasa kepabeanan, pemilik truk pengangkut, sampai kuli angkut. Kesemuanya berperan dalam siklus besar pengiriman barang dari luar negeri.
Sementara itu, DJBC sebagai suatu instansi yang mempunyai tugas yaitu sebagai revenue collector, community protector, trade facilitator, banyak peraturan pemerintah yang diterbitkan sebagai pedoman kerja dan kebijakan menyangkut tugas-tugas tersebut. Berkaitan dengan fungsi DJBC sebagai trade facilitator telah terbit Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 01 Mei 2000 tentang Pemberian Fasilitas Keringan Bea Masuk Terhadap Perusahaan Industri. Keputusan Menteri Keuangan ini telah berjalan dalam kurun waktu lebih dari 3 tahun , dan belum pemah dilakukan evaluasi bagaimana pelaksanaannya di lapangan dan bagaimana manfaatnya bagi perusahaan penerima.
Dengan bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, Peneliti mencoba menggali implementasi dan kebijakan pemerintah tersebut, untuk kemudian dapat diketahui Pula bagaimana persepsi masyarakat usaha terhadap DJBC, dan sejauh mana DJBC dapat menjadi suatu instansi yang berperan sebagai trade facilitator.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan populasi terhadap perusahaan-perusahaan penerima fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 01 Mei 2000. Adapun sampling yang dipakai dengan menggunakan metode accidental sampling terhadap perusahaan penerima fasilitas yang mengajukan permohonan fasilitas untuk tahun kedua, ketiga ataupun mengajukan fasilitas bea masuk untuk bahan baku. Untuk mengetahui persepsi perusahaan-perusahaan penerima fasilitas terhadap implementasi kebijakan ini, akan dilakukan evaluasi menyangkut adanya prosedur yang telah dirancang dan sumber daya manusia pelaksananya.
Sari kuesioner yang telah disebarkan, akan dapat diketahui seberapa jauh manfaat yang didapat bagi perusahaan, bagaimana pelaksanaan kebijakan ini baik dalam pemberian fasilitasnya, maupun pasca mendapatkan fasilitas. Hal lainnya, yang kelihatannya klasik bagi kita adalah koordinasi antar instansi terkait. Adanya anggapan bahwa DJBC sebagai instansi yang merupakan penghambat kelancaran arus barang impor perlu dilakukan pembuktian , dengan data-data yang ada apakah dapat menunjukkan bahwa pelayanan instansi ini dalam memberikan kemudahan pelayanan di pelabuhan pemasukan dapat diandalkan.
Ketergantungan industri terhadap barang modal asal impor masih sangat tinggi. Beberapa hal yang mendasarinya dicoba digaii dari sisi para pengusaha industri tersebut. Hal ini akan lebih diperjelas lagi dengan data-data kuesioner yang didapat. Seberapa besar peran pemerintah dalam menyusun peraturan pendukung untuk tumbuh kembangnya industri di dalam negeri. Rekomendasi bagi penyiapan perangkat peraturan yang dapat mendukung stimulus pertumbuhan industri dalam negeri, layak untuk disarankan bagi keberadiannya. Untuk itu selain mendapatkan data-data yang dibutuhkan bagi pelaksanaan penelitian, pada akhirnya saran dan rekomendasi bagi penyempumaan kebijakan ini juga akan diketengahkan sebagai sumbangsih akademis dari peneliti.
Selanjutnya, masukan bagi penyempumaan pelaksanaan di masa mendatang yaitu perlu dilakukan studi bagi pelaksanaannya di bawah satu atap, agar pelaksanaan lebih cepat dan tepat. Juga dad sisi tranparansi, perlu pula dirancang suatu mekanisme kepastian jangka waktu penerbitan keputusan pemberian fasilitas.