Pendahuluan
Penelitian mengenai monyet Sulawesi kebanyakan terfokus pada pertanyaan mengapa lebih banyak jenis monyet marga Macaca di Sulawesi dibanding dengan keseluruhan monyet di Asia. Padahal yang jauh lebih menarik adalah pertanyaan bagaimana monyet tersebut berada dan menyebar di Sulawesi dan bagaimana bentuk morfologi yang berlainan tersebut terbentuk. Luas pulau Sulawesi hanya 2% dari luas penyebaran jenis-jenis marga Macaca, namun jenis yang terdapat melebihi 25% dari keanekaragaman dari marga (Albrecht, 1978).
Taksonomi monyet Sulawesi sampai saat ini masih sangat membingungkan. Fooden (1969) mendeskripsi ada 7 jenis monyet Sulawesi (M. maura di Sulawesi Selatan, M. tonkeana di Sulawesi Tengah, M. hecki di Sulawesi tengah-utara, M. nigrescens di dekat Gorontalo-Kotamubagu, M. nigra di Sulawesi Utara, M. ochreata di Sulawesi tenggara dan M. brunnescens di pulau Muna dan Buton) yang merupakan hasil revisi dari yang telah diusulkan oleh Napier dan Napier {1967). Mereka mengusulkan taksonomi monyet Sulawesi menjadi 2 marga yaitu Cynopithecus dengan 1 jenis yaitu cynopithecus nigra, dan Macaca yaitu Macaca maura. Setahun setelah publikasi Fooden, Thorington dan Groves (1970) menyatakan bahwa monyet. Sulawesi mungkin satu spesies yang "Polytypic" (banyak variasi morfologi) dan bervariasi secara "Clinal" (berubah bentuk sejalan dengan jarak). Pendapat lain yaitu Groves (1980) yang menyatakan hanya ada 4 spesies monyet Sulawesi (M. maura, M. tonkeana, M. nigra dan M. ochreata) dan subspecies (M. tonkeana hecki, M. nigra nigrescens dan M. ochreata brunescens). Pendapat ini tidak mendapat banyak sokongan. Hasil penelitian intensif oleh banyak peneliti dengan memakai berbagai metoda seperti morfologi, genetik dan dermatografik menyimpulkan paling tidak ada 7 spesies monyet Sulawesi (Albrecht, 1978; Kawamoto et al. 1985; Takenaka et al. 1987; Campario-Ciani et al. 1987; Watanabe & Brotoisworo 1982, 1989; Supriatna et al. 1990). Bahkan Froehlich dan Supriatna {1992) mengusulkan monyet Togian (M. tonkeana togeanus) menjadi spesies tersendiri yang disebut Macaca togeanus, sehingga jumlah spesies monyet Sulawesi diperkirakan ada 8 spesies.
Groves (1980) yang meneliti monyet Sulawesi di daerah, perbatasan penyebaran hewan tersebut berkesimpulan bahwa intergradasi telah terjadi antar taxa dibeberapa monyet Sulawesi dan ini yang menyebabkan perlunya diturunkan statusnya ke tingkat subspesies. Walaupun alasannya berlainan untuk setiap daerah perbatasan, namun pada prinsipnya monyet hibrid terbentuk di daerah perbatasan. Anehnya, Groves tidak melihat adanya intergradasi di daerah sebaran antara M. maura dan M. tonkeana. Groves melihat ke dua jenis ini parapatrik di daerah Maroangin. Sebaliknya Supriatna dan kawan-kawan (1988, 1989, 1990) menemukan hewan hibrid di Maroangin, tempat Groves mengadakan penelitian, sejak penelitian dimulai pada tahun 1985.
Dari hasil penelitian morfologi dan perilaku monyet Sulawesi antara M. maurus dan M. tonkeana tampak bahwa kedua jenis ini jelas berbeda. Di daerah hibrid tampak bahwa morfologi dan perilakunya bercampur atau sukar dibedakan apakah termasuk spesies M. maurus atau M. tonkeana (Supriatna et al. 1990). Walapun dari hasil penelitian itu masih belum yakin bagaimana proses terbentuknya dan sejarah terjadinya daerah hibrid. Dalam tulisan ini electrophoresis protein pada sampel monyet Sulawesi di atas dianalsis dengan harapan dapat membantu mengungkapkan fenomena menarik mengenai hibridisasi pada primata