Di negara berkembang termasuk Indonesia, setiap tahun lebih dari 11 juta anak memnggal sebelum mereka berusia lima tahun, dan terbanyak meninggal sebelum berusia satu tahun. Tujuh dari sepuluh kematian balita disebabkan diantaranya oleh (ISPA) terutama pnemonia. WHO dan UNICEF mengembangkan suatu strategi yang disebut Integrated Management of Childhood Illness (MCI) dan di Indonesia diadopsi menjadi Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ). Pada tahun 2001 Propinsi Riau mulai melakukan uji coba penerapan MTBS di dua kabupatenl kota yaitu Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru Berdasarkan basil evaluasi pendekatan MTBS, di Puskesmas Rumbai pada tahun 2001, cakupan pnemonia meningkat sangat tinggi yaitu 15 kali lipat dari sebelumnya, artinya selama ini banyak kasus pnemonia di masyarakat yang tidak terdeteksi, dan dengan algoritma MTBS kasus pnemonia dapat ditemukan.
Tujuan dari penelitian ini untuk menilai validitas dan reliabilitas dari algoritma MTBS dalam mendiagnostik pnemonia dengan menghitung sensitifitas, spesifisitas, nilai duga positif, rasio kemungkinan, dan kesesuaian kappa Cohen.
Metodologi adalah penelitian diagnostik dengan rancangan penelitian krosseksionaI analitik . Subyek penelitian adalah balita sakit dengan batuk dan kesukaran bemafas, berumur 2 - 59 bulan yang datang berobat ke RSUD Pekanbaru, selama saw bulan yaitu Januari 2003. Setiap subyek diperiksa oleh lima pemeriksa yaitu perawatl,2, dokter 1,2, dan dokter spesialis anak sebagai gold standard, dan berdasarkan pemeriksaan dokter anak ditentukan apakah anak perlu dilakukan pemeriksaan foto thorak atau tidak.
Hasil : Dad 112 balita yang diperiksa terdapat laki-laki 59 ( 50,9 %) dan perempuan 53 ( 49,1 % ), umur rata-rata adalah 24 bulan, dirnana umur terendah adalah umur 2 bulan dan tertinggi adalah 59 bulan. Dan 1 12 balita yang diperiksa sebanyak 63 balita di foto thorak berdasarkan pennintaan dokter spesialis anak kemudian didiagnosis sebagai pnemonia 58 balita dan 5 batuk bukan pnemonia_Klasifikasi pnemonia berdacarkan algoritma MTBS yang dilakukan oleh perawat 1,2 dan dokter 1,2 yang dibandingkan dengan gold standard adalah sebagai berikut :
Sensitivitas : 78 % (CI 65,1 -- 86,4 %), 76 % (CI 63,5 - 85,0 %), 81 % (CI 69,1- 89,1 %) and 78 % (CI 65,3 - 86,4 %).
Spesifisitas: 89 % (CI 77,8 - 94,8 %), 89 % (CI 77,8 - 94,8 %), 91 % (CI 80,1 - 96,0 %) and 94 % (CI 84,9 - 98,1 %).
Nilai duga positif : 88 % (CI 76,6 - 94,5 %) 88 % (CI 76,2 - 94,4 %), 90 % (CI 79,4 - 95,8 %) and 94 % (CI 83,2 - 97,9 %).
Nilai dugs negatif : 79 % (Cl 66,9 -- 87,1 %), 77 % (CI 65,6 - 86,0 %), 82 % (Cl 70,1-89,4 % ) and 80 % (CI 68,3 - 87,7 %).
Rasio kemungkinan : 7,0 9 % (CI 3,2 - 15 %), 6,90 % (CI 3,1 - 14,7 %), 9 % (CI 3,7 --20,3) and 13 % (CI 4,6 -- 42,3).
Nilai Kappa Cohen : 0.66, 0,64, 0,72 dan 0,72 (p< 0.0001).
Kesimpulan algoritma MTBS dapat digunakan dengan cukup akurat untuk menjaring kasus pnemonia baik oleh perawat maupun dokter, sehingga pendekatan. MTBS valid dan reliabel dalam mendiagnosis pnemonia. Algoritma MTBS sangat bermanfaat bila digunakan pada daerah dengan sumber daya yang kurang.
Diagnostic Test of The Integrated Management of Childhood Illness (INICI) for Diagnosing Pneumonia in The General Hospital of Pekanbaru, 2003In the developing countries, every year more than 11 million children die before they reach their fifth birthday. Many of them die before the first year of life. Seven out of ten of these deaths are due to acute respiratory infections (mostly pneumonia), diarrhea, measles, malaria or malnutrition and the death is often clued to a combination of these conditions. Both WHO and UNICEF had developed the Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) approach, which was then adopted in Indonesia in 1997. In 2001, the Province of Riau started to implement the IMCI approach in two districts namely: Kampar and City of Pekanbaru.Based on a monitoring of the IMCI approach in Puskesmas ( Public Health Centre) Rumbai Pekanbaru, pneumonia cases was found to be very high, i.e 15 times larger than that of the previous number. This data suggests that there are likely many pneumonia cases which are not detected in the community.The objectives of study were to asses .the validity of the algorithm of the IMCI for diagnosing pneumonia by calculating its sensitivity, specificity, predictive values and likelihood ratio. In addition, it was also to asses the reliability of algorithm of the IMCI for diagnosing pneumonia by estimating the inter-observer agreement.The method of the study was a diagnostic study using a cross-sectional design. The sample of the study were under-five children (aged 2-59 months) coming to General Hospital of Pekanbaru with complain of cough and difficult breathing. Data collection took place from January to February, 2001 Each subject was examined by 5 examiners: 2 nurses, 2 general physicians (GP) and 1 pediatrician. Based on pediatrician examination, the chest X-ray was then made. The result of the examination of the pediatrician was used as a gold standard. In addition, results of the x Ray was examined by a radiologist. This result is also considered for gold standard.A total of 1 12 children were assessed 59 (50,9 %) boys and 53 (49,1 %) girls, with a median age of 24 months ( the age was range, 2 to 59 months ). A total of 63 children underwent a chest x - ray and the results showed 58 pneumonia and 5 No pneumonia. The classification of the pneumonia done by both the nurse 1,2 and General Physician 1,2 were compared with the gold standard.