ABSTRAKPenelitian ini bertujuan ingin mengungkapkan mengapa dan apa tujuan para wanita disayembarakan dalam cerita dan lakon wayang serta citra dan posisi wanita Jawa melalui citra dan posisi para wanita yang disayembarakan itu. Cerita dan lakon wayang yang digunakan sebagai bahan untuk mengumpulkan data berasal dari teks, oleh karena itu penelitian ini bergantung pada teks yang berbicara, di mana berdasarkan teks-teks cerita dan lakon wayang tersebut diperoleh gambaran bagaimana sesungguhnya citra dan posisi wanita Jawa seperti yang tercermin dalam wayang.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam penelitian ini digunakan pendekatan intrinsik dan metode kualitatif, sebab penelitian bersifat deskriptif analisis sehingga ditemukan hasil yang obyektif dari gambaran keadaan sebenarnya sesuai dengan tujuan penelitian.
Berdasarkan hasil yang ditemukan itu, dapat diketahui bahwa penyebabnya adalah pertama karena memang sudah waktunya bagi para wanita yang disayembarakan tersebut untuk menikah, namun hingga dewasa belum mau menikah dan belum mempunyai pilihan untuk dijadikan suami, selain itu juga karena banyaknya raja dan satria yang ingin melamar mereka, kedua karena banyaknya pria yang ingin menyunting sang putri yang mempunyai kelebihan-kelebihan, ketiga karena memang untuk menanti jodoh yang sudah dipastikan; keempat karena hilangnya sang putri dari kerajaan, kelima untuk memperoleh pasangan yang sesuai dengan keinginan, dan keenam tidak disebutkan alasannya, maka diadakanlah sayembara. Oleh karena itu, dapat pulalah diketahui tujuan mereka disayembarakan, yaitu untuk mencari calon suami bagi mereka.
Sedangkan penggambaran tentang citranya secara garis besar para wanita yang disayembarakan itu taat dan patuh kepada ayah atau saudara laki-lakinya, serta memiliki sifat-sifat santun dan pasrah. Dengan citra yang senantiasa taat dan patuh serta setia dan pasrah tersebut, mengakibatkan para wanita menduduki posisi yang tersubordinat Hal itu diakibatkan oleh tidak diberinya wewenang dan hak untuk mengungkapkan pendapat pribadi yang sesuai dengan keinginan mereka. Sementara di sisi lain terdapat citra wanita yangpantang menyerah, sabar, belas kasih, dan pendendam. Disamping itu mempunyai watak yang teguh pada pendiriannya Dengan citra yang seperti itu mengakibaikan para wanita menduduki posisi yang sejajar dengan para pria. Posisi seperti itu diakibatkan oleh adanya kesempatan untuk menggunakan wewenang dan haknya mengemukakan sesuatu sesuai dengan keinginan, sehingga dapat menentukan dan memutuskan kehendaknya berdasarkan keadaan yang dialaminya.
Dengan demikian, dari hasil citra dan posisi wanita yang disayembarakan dalam cerita dan lakon wayang dapat diketahui bahwa citra dan posisi wanita Jawa tidak berbeda dengan citra dan posisi wanita yang disayembarakan tersebut Sebab selama ini konsep-konsep budaya Jawa yang menyatakan bahwa wanita adalah kanca wingking `sebagai yang dipimpin' dan laki-laki adalah kanca ngajeng `sebagai pemimpin atau yang memimpin' sudah begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat nya Demikian juga dengan konsep gurulaki, swarga nunur naraka karat, menyebabkan wanita selatu berada pada posisi di belakang atau bahkan di bawah laki-laki. Meskipun konsep-konsep itu sudah tidak dianut secara fanatik, dan bahkan terdapat ungkapan-ungkapan yang menilai kedudukan wanita cukup tinggi, misalnya 'Ibu pertiwi', Ibu jari.'', dan `surga di bawah telapak kaki Ibu', namun tanpa disadari mereka (masyarakat Jawa) masih terkungkung oleh budaya yang melingkupinya.
ABSTRACT
Image and Position of Javanesse Woman: Case Study in Women Figure which are Contested in Stories and Lakon WayangThe objective of this research is to find out why and what the purpose of contested woman is in stories and lakon wayang and image and the position of Javanesse women as well in terms of the contested image and position of the women. Stories and lakon wayang are used as material to collect data originated from texts, therefore, this research is depending upon the speaking texts, where the real image and position of Javanesse women are obtained in accordance to the texts as reflected in wayang.To answer the above question, intrinsic and qualitative methods are used in this research for the research is analysis descriptive, so the unbiased result of real image is obtained up to the objective of this research.Based on the result, there are some reasons why the contest is conducted; first, they are already have to get married, but they don't want it yet, and also they aren't find yet a goad pair, apart from that, there are so many prince and king want to proposed them; second, quite a few nobles men want to marry them; third, they waiting for somebody who has a faith to be their husband; fourth, somebody kidnapped the princess; fifth, to find somebody who fulfilled her desired; sixth, contested performed without any reason. Therefore, we can find the purpose of the contest, that is to find a marriage partner.From that research we can find out that the image of the Javanesse women are always obey to the father and the brother's will, have a loyal and submit to their fate,-The consequences of these characteristic put the women in the subordinate position. Women can't expose their right and opinion as their wanted to. In the other side, women are describe have strong character, patient, mercifully, and bears a grudge. Consquences on that image cause the women have a similar position with a man. In that case, women can dicided what ever she wanted to do.Javanesse culture have a concept of that a women is kanca wingking (follower), and a man is kanca ngajeng (leader), and also guru lake, swrzrga nunut, naraka katut (should follow the man in a good place or a bad place). All of these concept make a woman always in the lower position or even under the man. Besides that perceptions, in the wayang plays, there are another concept which is contrary different as we mention before. For example; i pertiwi (home land); ibu fart (thumb) and surga di bawah telapak kaki ibu (heaven is under mother's foot). These concept try to put the women in a good position. But that can't change so much, because man still fells that he is a leader and the women is the follower. Until now that conditions still continue and that continuation influenced with the patron of education and socialization that still life in the society.Actually with wayang we can change the perception of the society. For example with the presentation of the Damayanti story. With the lakon wayang we also can influence the mission of equality of man and woman. We can change the perception of the society about the images and position of woman, from the subordinate to equality.