Pengembangan Ilmu Lingkungan dalam Upaya Menunjang Pembangunan Berlanjut
Mohammad Soerjani;
(UI-Press, 1988)
|
Sewaktu manusia diciptakan oleh Maha Penciptanya sebagai satu di antara hampir dua juta jenis makhluk hidup lainnya, maka habitat hidupnya bersifat alamiah, sama dengan makhluk hidup lainnya. Seluruh interaksi masih diatur oleh proses-proses homeostasis, sehingga berbagai kegiatan manusia dalam mendinamisasi kesembangan alam masih dapat diabsorbsi oleh sistem kelentingan yang 'fail-safe" (Tisna Amidjaja 1982: 3). Jadi pada saat itu seluruh kehidupan berlangsung secara seimbang dalam habitat alamiah. Seluruh jenis makhluk hidup dari lulu sampai saat ini selalu membina hubungan yang sangat erat dengan habitat: (tempat tinggal) bahkan dengan relungnya (tempat berfungsi). Habitat ikan adalah air, yang dengan insang untuk bernafas dan sirip untuk bergerak, hubungannya dengan air sedemikian erat, sehingga apabila terpisahkan dengan air, ikan akan mati. Rusa mempunyai organ tubuh (gigi dan saluran pencernaan) yang memastikannya hidup di habitat padang rumput. Hal itu diperkuat dengan naluri alaminya yang sangat sempurna, sehingga dapat mengenal perubalian lingkungan dengan cepat. Setiap rangsangan atau informasi yang timbul, berupa warna, bau, angin, arus, dsb. akan memperoleh tanggapan yang pasti dan tidak keliru. Hal ini menyebabkan hubungan makhluk hidup dengan lingkungan yang pasti, bersifat stabil, tetapi juga terikat dan tidak bebas. Seekor rasa tidak bebas untuk memakan sesuatu yang lain kecuali rumput atau daun. Bahkan Koala (beruang pohon Australia: Phascolarctos chinereus) hanya makan daun jenis minyak kayu putih (Eucalyptus sp.) tertentu. Demikian pula Panda (Ailuropoda melanoleuca) yang hanya makan daun bambu (Bainbusa sp. dan sejenisnya). Oleh karena itu apabila habitatnya rusak (baik oleh alam maupun - terutama oleh manusia), maka punahlah makhluk hidup itu.
Sebaliknya secara fisik manusia adalah jenis yang paling lemah dan paling labil dan tidak pasti hubungannya dengan lingkungan. Dengan topangan kemampuan untuk berfikir serta mengembangkan lima pengetahuan dan teknologi, maka keadaan tidak pasti ini memberinya kebebasan untuk menentukan berbagai pilihan. Oleh karena itu terciptalah oleh akal fikiran manusia habitat dan relung yang bersifat buatan (man-made habitat). Jadi dari kehidupan yang bermula di gua-gua, manusia mencatat sejarah sebagai pengubah habitatnya secara drastik dengan habitat pencakar langit, terowongan di bawah laut, satelit di angkasa luar dan seterusnya. Jadi dari sudut lingkungan, kebudayaan manusia adalah latar belakang dan perwujudan dari upayanya untuk mengubah lingkungan alam (ekosistem) menjadi lingkungan buatan atau binaan manusia.
Dalam tata pergaulan sesamanya manusia juga mengembangkan tatanan dan norma-norma sosial yang ikut menentukan tingkah laku dan kegiatan manusia secara keseluruhan. Jadi tercipta pula lingkungan hidup sosial dalam lingkungan hidup manusia. Sesungguhnya Tuhan menciptakan:manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling berkenalan (Surat Al- Hujarat 49:13). Jadi agama mewarnai secara pasti masyarakat bangsa dan masyarakat sosial yang diridhoi Tuhan. Oleh karenanya orang-orang yang beriman karena pengaruh aqidahnya akan mempunyai pandangan yang tajam dan benar terhadap makna saling berkenalan dalam kelompok suku dan kelompok bangsa (lihat Soerjani 1984: 11-12). Gambar 1 menunjukan bagaimana bumi (A) sebagai benda ruang angkasa yang harus berinteraksi dengan kehidupan di dalamnya agar memungkinkan berlangsungnya kehidupan itu sendiri secara berlanjut (sustainable), sementara habitat alami (B) dan habitat buatan manusia (C) yang menunjukkan kontras yang tajam serta bagaimana manusia dengan berbagai kegiatannya seringkali dengan sadar atau tidak merusak habitat makhluk hidup lainnya .(D) yang pada hakekatnya secara langsung dan tidak langsung juga menopang eksistensi manusia sendiri. Gambaran tentang hubungan antara lingkungan hidup alam, lingkungan hidup buatan dan lingkungan hidup sosial ditunjukkan oleh Gambar 2. Selama ketiga bagian lingkungan hidup manusia itu berada dalam keseimbangan maka selama itu lingkungan hidup masih baik dan sehat (untuk seluruh kehidupan).
Khususnya seperti yang ditunjukkan oleh bertambahnya C02 yang dihasilkan oleh kegiatan manusia hendaknya masih dapat diasimilasi oleh pepohonan, sedang pepohonan (termasuk tumbuhan air) masih diharapkan mampu menghasilkan 02 yang dibutuhkan secara meningkat karena meningkatnya kebutuhan manusia akan 02 tersebut untuk berbagai kegiatan.
Lucas (1979: 68) dalam disertasinya di Ohio State University tahun 1972 menulis bahwa eksistensi (sebagian) komponen biotik (makhluk hidup) buaan-manusia adalah untuk menentukankesejahteraan manusia. Saya kurang sependapat dengan pendapat ini. Manusia memang mempunyai hak asasi manusia (human right) sehingga berhak untuk melakukan apa yang dikehendakinya. Tetapi kehendaknya itu bukan tidak ada batasnya.
PGB 0575-Muhamad Soerjani.pdf :: Unduh
|
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
PGB 0441 | PGB 0441 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 77462 |