Pada tanggal 22 Desember 1995, Presiden Republik Indonesia mencanangkan kemitrasejajaran wanita dan pria sebagai suatu Gerakan Nasional. Dikatakan bahwa: dengan kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis, kita bangun bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin. Wanita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan ketidak sejajaran antara wanita dan pria. Kemitrasejajaran pria dan wanita masih perlu disosialisasikan, dimulai dari keluarga sebagai pranata sosial terkecil sampai pranata yang terluas, yaitu masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada relasi jender suami istri di dalam keluarga. Selain itu juga ingin diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seorang individu (informan) terhadap pandangan dan sikap serta prilakunya tentang kemitrasejajaran wanita dan pria. Untuk melihat apakah posisi suami istri setara dalam relasi perkawinannya, pembagian kerja di dalam rumah tangga dan proses pengambilan keputusan serta posisi tawar (bargaining position) istri dalam proses tersebut, menjadi perhatian dalam penelitian ini. Empat (4) orang informan dipilih dengan kriteria sudah menikah, dalam kelompok usia dewasa muda, dan mahasiswa Universitas Indonesia.
Untuk memahami informan dan dalam menganalisis temuan lapangan, dipakai teori Sistem Ekologi, teori Sistem Keluarga dan teori Belajar Sosial. Dari keempat informan, tampaknya pembagian kerja tidak terlalu kaku dalam pelaksanaannya, dalam artian sebagai suami istri pembagian kerja di dalam keluarga tidak lagi berdasarkan jender, tetapi berdasarkan kesepakatan dan melihat situasi serta kondisi pasangannya masing-masing. Sedang posisi tawar istri oleh keempat informan dirasakan setara, karena mereka diikut sertakan pada proses pengambilan keputusan, di dengar pendapatnya dan memutuskan segala hal di dalam keluarga bersama-sama. Mereka merasa di hargai walaupun tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Keluarga orientasi, orang tua, pendidikan, media komunikasi dan pasangan hidup beserta keluarganya merupakan faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap informan terhadap konsep kemitrasejajaran. Konsep kemitrasejajaran pria dan wanita sebagai suami istri yang saling menghargai, saling membantu dengan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya masing-masing, sudah mulai diterima, dipahami dan diwujudkan, tetapi masih berada dalam proses transisi. Artinya masih dengan batasan-batasan tertentu, sesuai dengan tatanan keluarganya masing-masing.