Tesis ini mengkaji kegagalan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Sebagai bahan tesis, adalah hasil penelitian tentang kehidupan warga masyarakat di Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016. Keadaan lingkungan tempat hidup, keadaan penduduk, dan keadaan nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), di wilayah tempat tinggal ini telah membentuk daerah penelitian sebagai tempat yang sangat baik bagi penyebaran penyakit DBD. Terbukti daerah penelitian merupakan daerah endemis penyakit DBD, yaitu daerah yang dalam tiga tahun terakhir, setiap tahun terjangkit penyakit DBD.
Dalam tesis ini diuraikan bagaimana Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, yang dirancang pemerintah untuk mengatasi serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), pada kenyataannya belum mampu menurunkan jumlah angka kejadian dan mempersempit luas wilayah penyebaran penyakit di daerah penelitian. Hal ini berhubungan erat dengan tidak adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program, disebabkan dalam perencanaan dan pelaksanaannya program ini belum mempertimbangkan cara-cara yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk mencegah dan memberantas penyakit ini, dimana cara-cara tersebut di atas ditentukan oleh pengetahuan mereka mengenai penyakit DBD ini.
Untuk menemukan pola hubungan antara sistem pengetahuan warga masyarakat dengan peran serta mereka dalam program digunakan pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data yang selengkap dan sedalam mungkin mengenai kedua hal di atas maka diteliti kasus pelaksanaan program di daerah penelitian. Metode pengambilan data yang digunakan adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Selain itu juga dilakukan Survai Jentik untuk mendapatkan data mengenai keadaan nyamuk Aedes aegypti di daerah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidak-berhasilan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah penelitian berhubungan erat dengan belum adanya peranserta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program. Warga masyarakat di daerah penelitian tidak memiliki akses langsung kepada informasi dan pengetahuan mengenai program, yang merupakan prakondisi bagi berperan sertanya warga masyarakat dalam suatu program Hal ini disebabkan penyuluhan, yang merupakan saluran penyampaian informasi dari para pelaksana program di lapangan kepada warga masyarakat, belum berjalan dengan baik; karena adanya berbagai kendala pada pelaksana program di lapangan.
Lepas dari Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, sebagian warga masyarakat setempat telah melakukan Cara-cara pencegahan dan pemberantasan nyamuk. Sebagian warga masyarakat setempat lainnya secara khusus melakukan cara-cara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, sebagai tanggapan terhadap terserangnya salah satu atau beberapa orang anggota keluarga mereka oleh penyakit ini.
Cara-cara yang dilakukan warga masyarakat setempat untuk mencegah dan memberantas penyakit DBD berhubungan erat dengan sistem pengetahuan mereka mengenai penyakit ini. Bervariasi dan kurang akuratnya pengetahuan warga masyarakat setempat mengenai penyakit ini mengakibatkan mereka melakukan caracara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD yang kurang akurat pula. Hal ini merupakan penyebab selalu ditemukannya kasus DBD di daerah penelitian.
Apa yang perlu dilakukan menurut saya adalah rnemberikan kepada warga masyarakat setempat pengetahuan yang lebih akurat mengenai ancaman penyakit DBD di lingkungan tempat tinggal mereka, mengenai manifestasi klinis, etiologi dan proses penularan penyakit DBD serta mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Pengetahuan ini harus benar-benar mereka pahami dan yakini sehingga bisa membentuk suatu perilaku yang mempunyai fungsi preventif dengan mengurangi eksposur terhadap organisme pembawa penyakit.
Mengingat para warga sendirilah yang paling mengetahui keadaan lingkungan tempat hidupnya, dan para pelaksana program di lapangan pada kenyataannya belum mampu melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD ini, maka perlu dicari satu institusi lokal yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan aktivitasaktivitas kolektif untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, termasuk membentuk prakondisi yang dibutuhkan agar warga masyarakat mau melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas tersebut.